Kementan sesumbar tak ada paceklik beras

Senin, 24 September 2018 | 18:35 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim pasokan beras petani masih mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Memasuki pekan keempat September 2018 ini,  surplus beras tetap terjaga.

Kepala Badan Ketahanan Pangan  Agung Hendriadi mengungkapkan Bulog memiliki stok beras sebesar 2,6 juta ton. Hal itu menurutnya masih akan ditambah hasil produksi pada bulan September 2018 sebesar 3,2 juta ton, Oktober 2,6 juta ton dan bulan November 2,8 juta ton.

Selain itu menurutnya, ada juga faktor panen raya yang diprediksi akan terjadi lebih besar pada bulan Desember 2018 dan bulan Januari 2019 mendatang."Kita masih panen terus. Sementara kebutuhan kita kan 2,5 juta ton per bulan, artinya masih surplus," kata Agung dalam sebuah diskusi di Jakarta Selatan, Senin (24/9/2018)

Agung melihat prediksi panen padi tersebut sudah mempertimbangkan pelbagai kondisi faktor yang ada. Agung berkeyakinan kemarau yang menerpa saat ini tidak memengaruhi kinerja produksi.

"Kalau masalah cuaca itu kan tidak merata semua. Tidak semua kering dari Sabang sampai Merauke. Kita punya banyak sentra padi mulai dari Sumatra Selatan, Jawa, Sulawesi Tenggara dan Selatan sampai Nusa Tenggara. Kekeringan kita itu tidak lebih dari 100 ribu hektare," jelasnya

Agung menambahkan Kementan tengah memikirkan bagaimana agar cadangan beras 2,6 juta ton itu bisa terserap ke pasar dengan merata. Ditanya mengenai kejelasan surplus beras tahun 2017 lalu sekitar 13 juta ton, menurut Agung surplus beras itu saat ini sudah tersebar di sejumlah titik."Kelebihan itu ada di mana mana. Itu ada di Bulog, ada di penggilingan padi, di pedagang, di masyarakat. Sekarang saja di penggilingan padi ada 1,4 juta (ton)," ujar Agung.

Ekonom pertanian Prof Husein Sawit mengatakan pemerintah terlalu percaya dengan jargon swasembada dan peningaktan produksi. Padahal kenyataan dilapangan , tidak sebesar yang digembar-gemborkan Kementan yang bertanggung jawab atas kinerja produksi.

Dijelaskan dari sisi hulu harga gabah kering panen sudah melambung tinggi melebihi Rp 5.000 per kilogram (kg). Bahkan di Jawa Timur sudah , harganya sudah melebihi Rp 5.500 per kg. Tingginya harga GKP merupakan cerminan minimnya stok di lapangan, sehingga terjadi perebutan gabah di tingkat penggilingan.

Kondisi itu diyakini akan terus berlanjut hingga akhir tahun lantaran musim kemarau yang tidak kunjung usai membuat produksi menurun. Di saat bersamaan, musim tanam juga terpaksa harus mundur."Tetapi di sisi lain Kementan terus mengklaim produksi surplus. Data ini yang sejak lama bermasalah," ujar Husein

Gilirannya hal itu membuat pemerintah tidak sigap mengantisipasi kekurangan stok beras. Ketika harga sudah terlanjur naik, stok komoditas pangan utama itu masih minim karena tidak ada persediaan alternatif berupa impor.

"Itu yang membuat terjadi krisis beras. Pemerintah terbuai hingga akhirnya terlambat dalam mengambil kebijakan. Itu sudah pernah terjadi pada 1970-an. Itu terjadi ketika pemerintah terlalu optimis akan angka produksi," pungkasnya.kbc11

Bagikan artikel ini: