Jasa Tirta I ajak sswa di DAS Brantas dan Bengawan Solo berlatih uji bioassessment

Sabtu, 27 Oktober 2018 | 23:16 WIB ET

SURABAYA, kabarbisnis.com: Perum Jasa Tirta (PJT) I bersama JKPKA (Jaring-jaring Komunikasi Pemantauan Kualitas Air) melakukan praktek pemantauan kualitas air menggunakan metoede Bioassessment. Penelitian kualitas air dengan menggunakan indikator biota dan serangga sungai itu melibatkan puluhan siswa didampingi guru dari wilayah DAS (Daerah Aliran Sungai) Brantas dan Bengawan Solo.

"Kami menerapkan metode Bioassessment ini sudah 21 tahun lebih dengan melibatkan para guru dan siswa. Tujuannya untuk meneliti biota dan serangga air seperti micro invertebrata yang hidup di air sebagai indikator menguji kualitas air," jelas Koordinator Pusat JKPKA, Soetarno Said ditemui, Sabtu (27/10/2018).

Dalam prakteknya, para siswa didampingi guru masuk ke Sungai Konto yang berada di wilayah Bendungan Selorejo, Kec Ngantang, Kab Malang untuk berburu biota air di sungai menggunakan alat sederhana seperti jaring kecil. Lalu biota yang didapat dipisahkan dalam wadah sesuai jenisnya. Hasil yang diperoleh lalu dicek dengan parameter yang telah ditentukan guna mengetahui indeks kualitas air.

Ia menjelaskan, penerapan yang dilakukan di JKPKA tak hanya menggunakan teori, namun juga mengendepankan praktek di lapangan. "Sebelum ada K 13 (kurikulum 2013), kami sejak 21 tahun lalu sudah menerapkan pola pendidikan lingkungan dengan mengedepankan praktek," tuturnya.

Bahkan, lanjut dia, penerapan metode Bioassessment tidak hanya dipelajari khusus mata pelajaran Biologi. "Metode ini bisa mencakup banyak bahkan semua mata pelajaran. Mulai dari Biologi, Fisika, Kimia, Geografi, Sosial, dan Ekonomi," ungkapnya.

Pembina JKPKA dan Ketua MGMP Biologi Jatim, Budi Santoso menganggap penelitian metode Bioassessment sederhana yang dilakukan JKPKA ini memang sangat mudah dan bisa menentukan indeks kualitas air. "Misalnya makhluk invertebrata ini sangat rentan dan tidak toleran dengan pencemaran. Jadi dalam kondisi air yang buruk, maka dia akan mati seperti planaria. Kalau sungai tercemar planaria pasti tidak bisa ditemukan," ungkapnya.

Menurutnya, dengan mengajak siswa peduli dengan kelestarian air, maka akan belajar memahami sistem kelestarian Sumber Daya Air. Tentunya, lanjut dia, hal itu dapat berdampak pada daerah dan lingkungan sekitarnya. "Tak hanya belajar metode Bioassessment sederhana, para siswa nantinya juga bisa mengajak teman-teman di sekolah atau daerah masing-masing untuk bisa belajar hal serupa," tuturnya.

Pria yang juga menjadi guru di SMAN 21 Surabaya itu menganggap program JKPKA lebih mengedepankan konsep sekolah sungai. "Jadi sungai ini sebagai tempatnya media pembelajaran yang sangat alami dan murah. Tidak ada siswa yang tidak suka dengan air. Jadi tidak hanya belajar di kelas tapi sungai bisa jadi laboratorium karena kualitas air di sungai kita di berbagai daerah juga semakin menurun," ujarnya.

Untuk itu, pihaknya kini sudah menyiapkan modul dan kurikulum pembelajaran serta lembar kerja peserta didik dengan model mobile learning atau sistem digital melalui e-modul menyesuaikan perkembangan zaman. Selain itu disiapkan pula konsep model water inquiry yang dibuat oleh Soetarno Said selaku Koordinator Pusat JKPKA untuk melengkapi sistem pembelajaran.

Ia berharap ke depan penerapan konsep sekolah sungai yang dilakukan JKPKA bersama PJT I ini bisa banyak dilakukan di banyak daerah. "Makin banyak sekolah, siswa, dan guru sadar lingkungan maka akan mengimbas untuk Indonesia. Kami rasa Dinas Pendidikan Provinsi perlu untuk mengakomodasi konsep sekolah sungai ini," pungkasnya.kbc6

Bagikan artikel ini: