Diversifikasi pangan dinilai masih jalan di tempat

Jum'at, 3 November 2017 | 20:32 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Implementasi kebijakan diversifikasi pangan masih jalan di tempat. Padahal, program tersebut sudah begitu lama dicanangkan bahkan sejak periode pemerintahan sebelumnya.

Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Esta Lestari mengungkapkan lemahnya realisasi kebijakan diversifikasi pangan tidak terlepas dari pilihan pemerintah yang kini lebih mengutamakan produksi tanaman pangan padi, jagung dan kedelai (pajale)."Ini membuat produksi berbasis pangan lokal dikesampingkan dulu," ujar Esta di Jakarta, Jumat (3/11/2017).

Ia mengatakan pemerintah tidak fapat ujug-ujug memaksakan kebijakan diversifikasi pangan jika produksi pangan lokal, seperti umbi-umbian, di masing-masing wilayah sendiri belum bisa ditingkatkan."Kalau dipaksa diversifikasi tetapi tidak tidak ada persediaannya, itu akan menjadi masalah. Nanti permintaan banyak, supplynya tidak ada," tuturnya.

Maka dari itu, jika hendak serius dalam menerapkan kebijakan diversifikasi pangan, pemerintah harus mulai membagi fokus bahkan mengorbankan pajale yang selama tiga tahun terakhir menjadi anak emas.Pada 2016, capaian penganekaragaman konsumsi sebagaimana ditunjukkan oleh Pola Pangan Harapan berada pada skor 86,3. Masih jauh berada di bawah angka yang ditargetkan yakni 100.

Hal itu sangat disayangkan mengingat Indonesia adalah negara dengan salah satu keanekaragaman hayati terbesar yang memiliki lebih dari 8.000 spesies tanaman pangan.Esta menyebutkan ketersediaan bahan baku yang terbatas dan harga yang kurang kompetitif dibandingkan komoditas pangan utama yakni beras masih menjadi kendala terbesar.

Rendahnya produktivitas pangan lokal juga terjadi karena riset terkait varietas apa yang cocok dan memiliki potensi di daerah masing-masing masih belum intensif.kbc11

Bagikan artikel ini: