Kurs Rupiah Anjlok, Bagaimana Dampaknya dengan Pangan Impor?

Kamis, 18 April 2024 | 18:13 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Dampak terdepresiasinya nilai tukar rupiah berpotensi mengancam lonjakan inflasi, termasuk dari komoditas pangan yang bergantung pada impor. Saat ini, nilai tukar rupiah berada di Rp 16.179 per dolar AS. Bahkan kemarin, nilai tukar rupiah sempat mencetak rekor terendah sejak Maret 2020.

Direktur Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan Bapanas Maino Dwi Hartono mengatakan, komoditas yang akan terdampak pelemahan rupiah adalah bawang putih. Menurutnya, dampak pelemahan rupiah telah terlihat pada pasokan yang menipis di pasar induk.

"Secara teori, perjalanan bawang putih dari Cina ke Indonesia memakan waktu tiga minggu, seharusnya harga tinggi tiga minggu kemudian. Namun fakta di lapangan tidak seperti itu," kata Maino di Jakarta, Kamis (18/4/2024).

Maino menduga, pedagang telah menaikkan harga bawang putih saat ini dengan dalih mengantisipasi kenaikan harga akibat kurs. Namun, stok bawang putih yang dinaikkan harganya merupakan stok dengan harga lama.

Berdasarkan paparan Bapanas, pemerintah berencana mengimpor 645.025 ton bawang putih sepanjang 2024. Sementara itu, kebutuhan bawang putih tahun ini mencapai 667.958 ton dengan kebutuhan bulanan sejumlah 55.663 ton.

Sementara,Kepala Bapanas Arief Prastyo memperkirakan, pelemaha rupiah akan berpengaruh pada harga gula. Bapanas mendata rata-rata nasional harga gula konsumsi telah menembus Rp 18.000 per kg menjadi Rp 18.040 per kilogram (kg).Ia menilai kondisi tersebut diperburuk dengan meningkatnya harga gula global akibat penghentian ekspor gula oleh pemerintah India.

Karena itu, BUMN Pangan saat ini sedang menyiapkan mitigasi pelemahan rupiah dalam memastikan pasokan gula di dalam negeri. "Saat ini BUMN pangan sedang melakukan stress test sampai dengan harga berapa gula impor dapat dibeli. Mudah-mudahan kita bisa melewati ini semua dengan baik," katanya.

Sementara, harga kedelai dan daging sapi diperkirakan tidak akan terlalu terdampak dari pelemahan kurs. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh siklus konsumsi kedua komoditas tersebut yang cenderung terjadwal.

Dia menyampaikan harga kedelai cenderung naik pada kuartal ketiga setiap tahunnya. Dia pun mencatat harga kedelai saat ini cenderung aman atau di rentang Rp 10.500 sampai Rp 11.000 per kg lantaran masih masuk masa panen di Argentina dan Amerika Serikat. Sementara itu, konsumsi daging sapi cenderung naik hanya saat bulan Ramadan.

Hal tersebut pada akhirnya membuat harga daging sapi di dalam negeri meningkat. Maino menilai pelemahan rupiah tidak akan berdampak besar harga daging sapi impor.

Menurutnya, mayoritas daging sapi impor berasal dari Australia. Bapanas mendata kuota impor daging sapi dan kerbau tahun ini mencapai 390.860 ton, sedangkan produksi lokal mencapai 422.649 ton.

Dengan demikian, total ketersediaan daging sapi dan kerbau sepanjang 2024 mencapai 943.662 ton dengan proyeksi konsumsi sejumlah 720.375 ton. "Pengaruh pelemahan rupiah past ada. Cuma kembali lagi, momen peningkatan harga daging sapi sudah lewat karena momen kebutuhan daging sapi hanya pada bulan puasa," pungkasnya. kbc11

Bagikan artikel ini: