Permenperin 03/2021dinilai akibatkan industri mamin tergencet, revisi jadi solusi tepat

Minggu, 13 Juni 2021 | 02:05 WIB ET

SURABAYA, kabarbisnis.com: Pengamat Strategi Bisnis Perusahaan yang juga Direktur Quadrant Consulting Ronny Mustamu menegaskan, Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) 03 Tahun 2021 telah mengakibatkan industri makanan dan minuman di Jawa Timur berada pada posisi sulit karena harus mengeluarkan biaya lebih tinggi guna memenuhi kebutuhan gula rafinasi yang dibutuhkan.

Menurutnya, Permenperin tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula dalam rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional itu hanya memberikan hak eksklusif kepada 11 perusahaan. Sementara pabrik-pabrik itu berada di luar Jawa Timur, di antaranya di Cilacap, Cilegon, Lampung, Bekasi, dan Makasar sehingga untuk mendatangkannya dibutuhkan tambahan biaya distribusi. Akibatnya, industri Mamin Jatim tergencet, bahkan ada beberapa perusahaan Mamin yang terpaksa tutup akibat biaya operasional melonjak tinggi.

"Pastinya Permenperin 03/2021 ini akan berdampak pada ekonomi di Jawa Timur karena lebih dari 37 persen ekonomi di Jawa Timur bergantung pada industri mamin. Permenperin tersebut juga memperburuk kondisi masyarakat di tengah pandemi karena ada sejumlah karyawan, distributor, reseller, dan mata rantai ekonomi yang bergantung dari industri mamin ini," ujar Ronny Mustamu, Surabaya, Sabtu (12/6/2021).

Di lain pihak, berbekal izin usaha yang dikeluarkan pemerintah, pabrik gula yang ada di Jawa Timur berani mengeluarkan investasi untuk sekaligus menyerap gula tebu dari petani dan memasok gula rafinasi dengan harga yang kompetitif kepada industri mamin di Jawa Timur. Di saat industri mamin dan pabrik gula tersebut telah menjalin kerja sama berkesinambungan dengan melakukan investasi agar dapat menyerap gula rafinasi dengan lebih efisien, kondisi yang kondusif tersebut justru terhenti oleh Permenperin tersebut.

"Ini artinya, Pemerintah tidak menghadirkan kepastian berusaha dan iklim usaha yang kompetitif dan berkesinambungan. Investasi yang sudah digelontorkan industri mamin dan pabrik gula terancam sia-sia. Padahal izin usaha dari pabrik gula di Jawa Timur dan industri mamin ini juga dikeluarkan pemerintah," ujarnya.

Ronny menegaskan, pemerintah harus menjelaskan tindakan pemusatan impor gula hanya pada satu asosiasi yang berkaitan erat dengan batas waktu 25 Mei 2010 seperti yang diatur dalam Permenperin tersebut. Hal tersebut merupakan penyebab utama dampak negatif yang ditimbulkan oleh Permenperin tersebut bagi industri mamin Jawa Timur, pabrik gula, dan tujuan swasembada gula.

Hadirnya Permenperin 03/2021 tersebut, lanjut dia, telah mengakibatkan industri mamin Jawa Timur harus mengeluarkan biaya operasional yang tinggi. Kenaikan biaya operasional dari Rp80 per kg menjadi Rp300 per kg hingga Rp 400 per kg menyebabkan daya saing industri mamin tidak kompetitif.

Permenperin tersebut juga menyebabkan swasembada gula berbasis gula tebu tersendat. Tidak satu pun pabrik gula yang mendapat izin impor gula saat ini melakukan pembinaan dan pengelolaan gula tebu. Sementara itu, pabrik gula di Jawa Timur yang melakukan tugas pembinaan dan pengelolaan perkebunan tebu dan mampu mengolah gula rafinasi untuk kebutuhan industri mamin Jawa Timur secara efisien justru dikesampingkan.

"Permenperin ini telah menimbulkan diskriminasi yang merugikan pelaku usaha. Sebaiknya Kementerian Perindustrian mempertimbangkan untuk merevisi Permenperin ini. Belum terlambat kendati kuota impor gula sudah berjalan," tukasnya.kbc6

Bagikan artikel ini: