China jadi penyelamat ekspor produk kayu RI di tengah pandemi

Jum'at, 19 Juni 2020 | 18:35 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Meski di di tengah masa pandemi Covid-19, kinerja ekspor kayu Indonesia ke China selama periode Januari-Mei 2020 tetap mengalami peningkatan. Meski tipis, kenaikan itu dinilai karena adanya ceruk pasar di China terhadap produk kayu Indonesia.

Nilai ekspor produk hasil hutan Indonesia ke China sepanjang Januari-Mei 2020 mencapai US$1,143 miliar, naik 1% dibanding periode sama tahun lalu sebesar US$1,129 miliar. "Adanya ceruk di pasar China, membuat ekspor produk hasil hutan nilainya justru meningkat," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Indroyono Soesilo di Jakarta, Jumat (19/6/2020).

Ia mengatakan peningkatan terjadi khususnya pada produk-produk tertentu seperti plywood dengan kualitas tinggi naik 26%. Produk kertas dari hutan tanaman industri naik 50 %, produk kerajinan naik 12%, chipwood naik 34 % dan woodworking naik 1%.

Namun di samping itu terdapat beberapa produk yang mengalami penurunan pada periode tersebut. Seperti misalnya pulp turun 5%, veneer turun 40  persen, furnitur kayu turun 42 persen dan bangunan prefabrikasi juga mengalami penurunan 100 % karena tidak ada realisasi.

Kurun waktu lima tahun terakhir, China menjadi negara tujuan ekspor terbesar produk hasil hutan Indonesia, disusul Jepang, AS, Uni Eropa dan Korea Selatan. Sepanjang 2019, ekspor hasil hutan Indonesia ke China telah mencapai devisa tidak kurang dari US$2,8 milliar.

“Kita patut bersyukur karena walaupun diterjang pandemi Covid-19, nilai ekspor kita ke China masih dapat dipertahankan, bahkan meningkat sedikit dibandingkan periode yang sama tahun lalu," katanya.

Pihaknya mengapresiasi langkah-langkah pemerintah dalam menerbitkan serangkaian relaksasi kebijakan untuk meringankan beban dunia usaha dalam menghadapi pandemi Covid-19. Kebijakan relaksasi itu menjadi dasar untuk memulihkan kondisi perekonomian pasca Covid-19 di sektor usaha kehutanan. Termasuk, menjaga serapan tenaga kerja dari hulu ke hilir yang saat ini sudah mencapai sekitar 625.000 orang dan tidak terjadi PHK.

Ia menambahkan pihaknya akan terus melakukan upaya dialog secara intens terkait strategi peningkatan ekspor bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta KBRI di negara-negara tujuan utama ekspor kayu olahan Indonesia. Mengingat, meski ekspor ke China meningkat, namun nilai ekspor hasil hutan keseluruhan periode Januari-Mei 2020 turun 8,3 %. Penurunan itu diikuti dengan penurunan kinerja produksi kayu bulat sebagai pemasok bahan baku industri sebesar 21%.

Indroyono menuturkan APHI mengusulkan beberapa langkah untuk penanganan dampak pasca Covid-19. Di antaranya yakni kebijakan perluasan penampang ekspor produk kayu olahan untuk wood working, penerapan kebijakan Multi Usaha Kehutanan, penguatan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) ditingkat global, penguatan market intelligence produk kayu olahan unggulan Indonesia, pertemuan bisnis kayu olahan unggulan melalui virtual meeting, serta diikuti kunjungan misi dagang ke sentra industri pengolahan kayu serta pemanfaatan Indonesia Timber Exchange (ITX),

Kesempatan terpisah Duta Besar RI untuk Beijing Djauhari Oratmangun, menyambut baik usulan tersebut untuk penguatan ekspor produk kayu olahan Indonesia ke RRT pasca Covid-19. Menurutnya Indonesia saat ini menjadi mitra utama perdagangan kayu olahan dengan China, dengan tren ekspor yang terus meningkat dan saat ini  berada di posisi pertama di atas Jepang dan Amerika Serikat.

“Berdasarkan catatan kami, periode tahun 2009 hingga 2018, total pasokan pasar produk kayu Tiongkok meningkat dari 420 juta meter kubik menjadi 560 juta meter kubik, meningkat 32,6% dalam 10 tahun, dimana 50 % dari kebutuhan tersebut berasal dari impor," pungkasnya.kbc11

Bagikan artikel ini: