Kementan dampingi KPK, usaha sawit seluas 2,7 juta Ha terindikasi ilegal

Senin, 13 Maret 2017 | 18:31 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil sejumlah pemangku kepentingan berkaitan tata kelola usaha agribisnis sawit di Tanah Air. Lembaga anti rasuah ini tengah menilisik pengusahaan sawit jutaan hektare di areal hutan konservasi. “Ini harus kita luruskan karena luasnya cukup signifikan, yakni kurang lebih 2,7 juta hektare ( penanaman sawit di kawasan konservasi red). Luasnya sangat besar,” ujar Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman kepada wartawan usai melakukan pertemuan dengan pimpinan KPK, di Jakarta, Senin (13/3/2017). Mentan menambahkan pemanfaatan areal hutan konservasi untuk penamanan sawit tersebut terindikasi melanggar aturan. Sedianya, perkebunan sawit diusahakan di hutan produksi. Deforestasi terjadi menjadi pengusahaan tanaman sawit tidak ditampik dikarenakan pengeluaran izin usaha perkebunan budidaya (IUP-B) oleh Pemerintah Daerah. Amran mengatakan pengusahaan sawit di lahan ilegal tersebut dilakukan baik perusahaan maupun petani swadaya. Dirjen Perkebunan Kementan Bambang mengatakan KPK mengundang Kementan untuk membahas persolaan ini bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Terkait penyalahgunaan peruntukkan lahan di hutan konservasi ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) juga diudang untuk memberikan keterangan dan masukan. Bambang menuturkan penguasahaan sawit seluas 2,7 juta ha terindikasi ilegal tersebut mencakup 1 juta ha dilakukan pihak korporasi. Sementara, perubahan peruntukkan lahan menjadi tanaman sawit sebesar 1,7 juta ha dilakukan petani swadaya. Bambang mengatakan informasi pengusahaan sawit seluas 2,7 juta ha terindikasi ilegal ini berasal dari Kementerian LHK. Atas hal ini, Kementan akan meminta data tersebut untuk dipelajari lebih lanjut. “Yang dimaksud itu dimana (lahan penggusahaan sawit terindikasi ilegal red). Nanti akan kami ambil cara cara penyelesaian. Alhamdulillah, Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi dapat membantu," terangnya. Bambang menerangkan petani yang dianggap melakukan pengusahaan sawit di kawasan hutan tanpa izin dapat dianggap melakkan perambahan hutan akan dikenakan sanksi pidana hukum. Sementara bagi petani yang dinilai tidak mengetahui lahan sawit tesebut berada di kawasan konservasi maka wajib mengembalikannya kepada negara.Pemerintah, kata Bambang, dapat mencari lahan pengganti di daerah lain misalnya peruntukkan pertanian. Adapun kepada perusahaan,sambung Bambang juga akan dikenakan sanksi serupa. Menurut Bambang perubahan penetapan kawasan konservasi menjadi pengusahaan sawit dapat terjadi karena pelanggaran terhadap peraturan. Namun, hal itu juga disebabkan berubahnya status tata ruang tata wilayah. Padahal perusahaan tersebut sudah mengantongi Hak Guna Usaha (HGU)” Jadi perusahaan belum tentu juga salah,"kata Bambang. Hal lain terkait lahan gambut, sebelumnya tidak ditetapkan sebagai kawasan konservasi, namun pada perkembangan pemerintah turut memasukkanya sehingga perusahaan harus mengakhiri izin pengusahaan sawitnya. Informasi yang diperoleh, penguasahaan sawit sebesar 1 juta ha yang diindikasikan ilegal ini dilakukan tiga korporasi besar. Dua diantaranya Sinar Mas dan Wilmar. Kbc11

Bagikan artikel ini: