Sektor Bisnis Apa yang Kebal dan Rentan Kena Dampak Resesi Jepang? Nih Bocorannya

Selasa, 27 Februari 2024 | 12:25 WIB ET
Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani
Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani

JAKARTA, kabarbisnis.com: Resesi yang melanda Jepang dan Inggris berpotensi berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini membuat pelaku usaha was-was.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani awalnya menjelaskan bahwa Jepang adalah salah satu rekan dagang dan investor terbesar Indonesia. Menurutnya, resesi yang dialami Jepang berpotensi menyebabkan perlambatan pertumbuhan foreign direct investment (FDI) alias arus masuk investasi asal Jepang ke Indonesia.

"Risiko terbesar bila Jepang mengalami resesi adalah perlambatan pertumbuhan FDI asal Jepang dan perlambatan pertumbuhan atau malah kontraksi ekspor ke Jepang," ucap Shinta dikutip, Selasa (27/2/2024).

Shinta menyatakan bahwa sektor manufaktur diprediksi menjadi yang paling terdampak resesi Jepang. Sebab, mayoritas investasi Jepang ke Indonesia berada di sektor tersebut.

Apindo sendiri belum bisa memastikan seberapa jauh resesi Jepang mempengaruhi keseluruhan sektor atau keseluruhan potensi penerimaan FDI. Namun yang bisa diproyeksikan adalah terdampaknya proyek-proyek investasi yang baru dikomitmenkan atau bersifat venture investment.

"Untuk industri-industri dengan investasi existing dan sudah lama seperti di sektor otomotif kemungkinan tidak akan banyak terdampak selama tidak ada kendala lain," jelasnya.

Dari sisi ekspor, Shinta menduga mayoritas komoditas yang akan terdampak adalah batu bara, tembaga, nicke matte (HS 75), dan karet. Hal ini disebabkan berbagai komoditas tersebut sangat bergantung terhadap kinerja industri di Jepang.

Walhasil, jika resesi Jepang menyebabkan permintaan (demand) turun signifikan, kinerja berbagai perusahaan yang mengekspor komoditas tersebut tentunya terdampak. Sementara untuk consumer goods, ia mengatakan bahwa sektor tersebut tidak akan terlalu berdampak karena jumlah ekspornya jauh lebih sedikit ke 'Negeri Matahari Terbit'.

"Kemungkinan penurunannya tidak terlalu terasa tapi masih tetap berpotensi mengalami perlambatan atau kontraksi pertumbuhan ekspor ke Jepang. Khususnya untuk produk-produk seperti plywood, kertas, cigars (rokok), produk perikanan, dan lain-lainnya," pungkas Shinta.

Untuk diketahui, ekonomi Jepang yang menyusut selama dua kuartal berturut-turut disebut membawa negara tersebut terjun ke jurang resesi ekonomi. Hal ini sekaligus membuat posisi Jepang sebagai negara ekonomi terkuat ketiga di dunia lengser ke peringkat keempat.

Menurut data yang dirilis Kantor Kabinet, produk domestik bruto (PDB) riil Jepang turun 0,1% sepanjang kuartal keempat (Q4) 2023 dari kuartal sebelumnya yang juga turun 0,8%.

Hal ini menandai PDB Jepang mengalami kontraksi yang lebih buruk dari perkiraan, yakni sebesar 0,4% pada kuartal terakhir 2023 secara year on year, menyusul pertumbuhan negatif pada kuartal sebelumnya yang juga sudah turun 3,3% pada kuartal ke-3.

PDB Jepang tahun 2023 tanpa disesuaikan dengan inflasi, hanya mencapai US$4,21 triliun berada di bawah Jerman yang berjumlah US$4,46 triliun. Akibat hal tersebut, posisi Jepang tergeser Jerman menjadi negara ekonomi terbesar keempat di dunia. kbc10

Bagikan artikel ini: