Bisa sambut pengunjung dan terima telepon, kegiatan 'magang' anak down syndrome di RSIA Kendangsari Merr
SURABAYA, kabarbisnis.com: "Selamat siang," begitu sapaan akrab dua anak dengan down syndrome saat menyapa pengunjung Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Kendangsari Merr Surabaya, pada Sabtu (7/3/2020) siang.
Keduanya memang bersama beberapa teman lainnya memang tengah menjalani 'magang' di rumah sakit tersebut. Dalam menjalankan 'pekerjaan' yang berlangsung hanya satu jam tersebut, selain bertugas menerima pengunjung rumah sakit, ada juga yang terlihat membantu pegawai di bagian receptionist, hingga kasir.
Ini merupakan kegiatan yang diinisiasi Cordlife bekerja sama dengan Persatuan Orang Tua Anak Dengan Down Syndrome (Potads) dan Himpunan Kedokteran Fetomaternal Surabaya (HKFM) dan didukung oleh Trisomy 18/13 Indonesia Parent Support (TIPS) dan RSIA Kendangsari Merr Surabaya.
Product Marketing Manager PT Cordlife Persada, Talitha Andini Prameswari menuturkan, kegiatan bertemakan "Aku Ada Aku Bisa: Let’s Together Create a World that Brings Out the Best in Them" tersebut memang mengajak institusi hingga masyarakat untuk ikut berperan dalam membantu dan mengembangkan potensi anak dengan down syndrome melalui kegiatan interaktif langsung.
"Sebagai salah satu perusahaan kesehatan keluarga terdepan di Indonesia, setiap tahunnya di bulan Maret, kami berkomitmen untuk melakukan aktivitas perayaan Trisomy Awareness sebagai bentuk tanggung jawab Cordlife untuk mengedukasi masyarakat Indonesia terhadap kondisi kelainan Trisomy. Salah satu bentuk kelainan Trisomy yang paling umum ditemui di Indonesia adalah down syndrome," jelasnya pada acara 4th Trisomy Awareness Bash 2020 di RSIA Kendangsari Merr, Sabtu (7/3/2020).
Melalui kegiatan 'magang' tersebut, pihaknya ingin mengedukasi masyarakat bahwa anak-anak dengan down syndrome mampu melakukan kegiatan seperti anak-anak lainnya dengan harapan agar dukungan terhadap mereka terus ada.
Kepala Hubungan Pelanggan dan Pemasaran RSIA Kendangsari Merr, Yusdyna Kristanti menyatakan, pihaknya sangat mendukung kegiatan tersebut, apalagi dengan melibatkan anak dengan down syndrome untuk bisa melakukan aktivitas yang biasa orang lain jalankan.
"Kami sangat terbuka dengan kegiatan seperti ini. Bukan tidak mungkin nantinya setiap tiga bulan sekali kita rutin lakukan hal positif ini. Yang membuat kami bangga, mereka bisa menjalankan magang nyaris sempurna. Seperti menerima tamu dengan ramah, bahkan bisa menerima telepon yang masuk ke rumah sakit dan menjawabnya dengan ramah," ujarnya.
Ketua Potads Jawa Timur, Farida Martarina mengaku beryukur pihaknya dilibatkan dalam kegiatan tersebut. Dikatakannya, ada sekitar 10 anak dengan down syndrome yang mengikuti kegiatan magang ini. Pihaknya pun berharap agar pengunjung rumah sakit bisa memaklumi ketika ada layanan yang kurang ramah.
Dia juga meminta agar para orang tua anak down syndrome bisa siap ketika anaknya mendapat sikap kurang ramah dari pengunjung. "Sebenarnya, yang harus paling siap soal anak down syndrome adalah orang tua. Orang tua mentalnya jangan sampai jatuh ketika mendapat anak yang ada kelainan genetika,” kata Farida.
Menurutnya, selama ini yang sering dilakukan banyak pihak hanya sebatas aksi sosial dan memberi wadah ada dengan down syndrome untuk tampil dan menunjukkan bakat. Padahal banyak hal yang sebenarnya bisa dilakukan, salah satunya dengan menjalankan pekerjaan yang biasa dilakukan orang lain.
“Banyak tantangan yang kami hadapi dalam membesarkan anak dengan down syndrome, bukan hanya dari sisi mendidik anak-anak ini untuk dapat mandiri, tetapi juga tantangan yang harus kami hadapi dari masyarakat dimana masih sangat minimnya kepercayaan kepada anak-anak kami bahwa mereka juga mampu untuk menjalani kegiatan atau bahkan beberapa pekerjaan seperti anak-anak lainnya," ungkap Farida.
Di tempat yang sama, Dr. Ernawati, dr, SpOG(K) mengatakan, down syndrome adalah sebuah kelainan genetik yang terjadi pada kromosom 21 dimana kelainan ini dapat berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental.
Menurut data statistik, setiap harinya terdapat 16 bayi yang terlahir dengan down syndrome di Indonesia. Ironisnya, masyarakat Indonesia dinilai masih kurang dalam memahami apa itu down syndrome.
Kurangnya pemahaman tersebut cenderung menimbulkan tindak diskriminatif terhadap individu dengan down syndrome, baik dalam dunia pendidikan, pekerjaan, maupun kehidupan sehari-hari.
Untuk itu, dia menekankan pentingnya early screening untuk mengetahui risiko adanya kelainan Trisomy 21 atau down syndrome. ”Tes NIPT (Nan Invasive Prenatal Test) ini aman dilakukan bagi Ibu hamil dengan usia kehamilan mulai 10 minggu, hanya dibutuhkan sample darah ibu untuk mendeteksi adanya kelainan kromosom seperti Trisomy 18 atau dlkenal dengan Edwards Syndrome, Trisomy 13 dikenal dengan Patau Syndrome dan kelainan Trisomy 21 atau dlkenal dengan Down Syndrome," jelasnya. kbc7
Bersama Pemkot Surabaya, Lapis Kukus Pahlawan Komitmen Dukung Pengembangan UMKM
Bersama Pemkot Surabaya, Lapis Kukus Pahlawan Komitmen Dukung Pengembangan UMKM
57 Persen Generasi Z Pilih Berkarir Jadi Influencer
Duh! Kecepatan Internet RI Urutan 98 Dunia, Kalah dari Kamboja
Capres Boleh Posting Konten di TikTok, tapi Jangan Cari Sumbangan