Jadi destinasi investasi favorit di Asia, harga properti di Sydney melambung
SURABAYA, kabarbisnis.com: Pasar properti di Australia khususnya kawasan Sydney saat ini dinilai tengah mengalami kebangkitan, berdasarkan data selama 12 bulan terakhir hingga Desembar 2019.
Hal itu dikemukakan Michael Yardney, seorang penasehat investasi terkemuka serta penulis buku-buku terlaris di Australia memberikan ulasannya perihal perkembangan pasar properti kota Sydney untuk tahun 2020.
"Bahkan selama 40 tahun terakhir, pertumbuhan rata-rata properti yang terjadi di kota Sydney mencapai 7,4% yang artinya adalah banyak properti yang nilai nya menjadi dua kali lipat di setiap dekade," katanya melalui keterangan tertulis, Senin (24/2/2020).
Pada November 2019 lalu, SQM Research yang merupakan badan penelitian investasi terkemuka di Australia memperkirakan harga rumah tapak dan hunian vertikal kota Sydney akan tumbuh sebesar dua digit pada tahun 2020.
Di kota ini sendiri, salah satu perusahaan pengembang properti terbesar di Australia gencar mengembangkan proyek hunian prestisius.
Sebagai informasi, harga 1 unit apartemen tipe 1 kamar tidur di V by Crown Group di Parramatta pada tahun 2014 adalah Rp 6,25 miliar dan tahun 2018 sudah bernilai Rp 7,65 miliar, sementara tipe unit apartemen 1 bed + study di Skye by Crown Group di North Sydney pada tahun 2013 adalah Rp 7,6 miliar dan pada tahun 2018 sudah mencapai Rp 9,67 miliar.
"Namun yang perlu dicermati adalah pergeseran tren properti yang sangat dipengaruhi oleh perubahan demografis," tambah Michael.
Sementara itu CEO dan pendiri Crown Group, Iwan Sunito mengungkapkan, jika pergeseran tren hunian di Sydney sudah terasa dalam 2 dekade terakhir.
"Pertumbuhan penduduk yang pesat mengakibatkan bertambahnya jumlah tenaga kerja usia muda yang memiliki preferensi tersendiri untuk hunian tempat tinggal," ulasnya.
Menurutnya, hal itu menyebabkan semakin besarnya golongan usia produktif yang lebih menyukai hunian berukuran kompak yang dekat dengan tempat mereka bekerja dan dikelilingi oleh pusat perbelanjaan dan kuliner.
"Dan ini mengakibatkan tergerusnya popularitas rumah tapak melalui keberadaan hunian vertikal," jelas Iwan Sunito.
Menurut laporan yang dibuat oleh Worldpopulationreview.com, dilaporkan bahwa sejak 2015, populasi Sydney telah tumbuh sebesar 381.694 jiwa yang mewakili 1,63% dari perubahan tahunan.
"Inilah salah satu penyebab utama pertumbuhan jumlah hunian vertikal di Sydney," tambah Iwan Sunito.
Laporan yang dibuat oleh PBB mengungkapkan bahwa pada tahun 2050, 68% populasi Dunia akan menempati area perkotaan. Jumlah ini akan meningkat dari saat ini yang hanya sebesar 55%.
Laporan PBB tersebut juga memprediksikan adanya tambahan 2,5 juta orang yang akan tinggal di kota dalam 30 tahun ke depan.
Perlu diingat bahwa negara bagian New South Wales yang memiliki populasi sebesar 7,988,241 merupakan lokomotif perekonomian di Australia yang menghasilkan GSP (Gross State Product) sebesar AUS$ 604 Milyar atau 32,7% dari total GNP Australia.
"Dengan segala kelengkapan yang dimiliki oleh sebuah kota metropolitan ditambah pembangunan infrastruktur transporatsi massal yang masif, tidak lah mengherankan apabila Sydney menjadi salah satu kota yang paling diminati untuk dihuni di Australia," tandas Iwan Sunito.
Hal itu dia buktikan, dimana selama 10 tahun terakhir, Australia telah menjadi destinasi investasi utama bagi para investor di kawasan Asia umumnya, khususnya Indonesia.
"Pasar properti Australia sempat mencapai puncaknya dengan pertumbuhan sebesar 17% pada tahun 2017 dan bukanlah hal yang mustahil apabila di tahun 2020 ini pertumbuhan nilai properti akan kembali menyentuh angka dua digit sesuai prediksi dari SQM Research," pungkas Iwan Sunito. kbc7
Bos SIG Raih The Best CEO di Ajang Top BUMN Awards 2023
Siap-siap! Penyatuan NIK Jadi NPWP Berlaku Penuh Mulai Pertengahan 2024
SIG Raih Apresiasi Marketeer of the Year 2023
Domscorner Berdayakan UMKM hingga Warga Lokal via Marketplace Produk Fesyen
Ketua DK LPS: Transformasi dan Penambahan Mandat untuk Penguatan Peran dan Fungsi LPS