Kebablasan, Faisal Basri nilai Omnibus Law bahayakan ekonomi

Kamis, 16 Januari 2020 | 09:28 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Kebijakan omnibus law tentang cipta lapangan kerja dan perpajakan yang kini tengah digodok pemerintah dinilai justru menciptakan lebih banyak mudharat ketimbang maslahat. Kebijakan ini dinilai tidak merujuk kajian mendalam terhadap dampak yang dapat ditimbulkan omnibus law.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri menilai omnibus law yang saat ini tengah digodok pemerintah terutama terkait cipta lapangan kerja dapat menimbulkan negatif, yakni gejolak di kalangan buruh. Hal tersebut akan menimbulkan kerugian terhadap banyak pihak. "Bisa ada demo setiap minggu jika omnibus law dikeluarkan," kata Faisal di Jakarta, Rabu (15/1/202).

Faisal beranggapan kemudahan investasi melalui omnibus law justru kebablasan sehingga berbahaya bagi ekonomi rumah tangga masyarakat secara keseluruhan. Faisal pun mempertanyakan tujuan dari adanya omnibus law. Sebab, menurutnya berdasarkan keterangan pemerintah yang selalu diumbar saat ini perekonomian Indonesia dalam keadaan stabil dan tumbuh berkualitas.

Kondisi ini terbukti dari angka pengangguran dan ketimpangan yang berulangkali disebutkan menurun. Kemudian, arus investasi asing yang masuk juga masih baik dengan pertumbuhan 32,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dalam lima tahun terakhir. Ini disebabkan pengaturan terkait investasi telah dirumuskan secara seksama sejak era reofrmasi.

Serta pertumbuhan ekonomi yang terjaga di lima persen meskipun ekonomi global tumbuh melambat menjadi tiga persen. "Menurut saya nanti semua orang kaget oh pengusaha saja yang dikasih, pajak diturunkan semua diturunkan, insentif dikasih, dikasih super deductable tax, segala macam, kemudian UMP ngak pakai rumus lama," bebernya.

Ia menduga pihak-pihak yang merumuskan omnibus law tidak melakukan kajian-kajian mendalam dampak negatif yang dapat ditimbulkan. "Kemudian yang dikorbankan lingkungan karena tidak perlu amdal lagi.Trend pembahasannya tertutup tidak lewat pengujian akademis. Ini kelewatan," tukas Faisal.

Dalam pandangan Faisal omnibus law hanya menguntungkan kepentingan pengusaha. Sementara dari pihak buruh, akademisi dan daerah tidak dilibatkan sama sekali dalam pembahasannya yang terkesan tertutup.

Padahal, salah satu omnibus law tersebut berkaitan dengan kepentingan buruh dan daerah."Sangat berbahaya (omnibus law ini), tidak ada kepentingan buruh yang terwakili dalam proses pembuatannya, tidak ada kepentingan daerah,” tegasnya.

Faisal berpendapat rasa kepercayaan diri pemerintah dalam menyusun omnibus law tanpa melibatkan banyak pihak atau hanya pengusaha semata disebabkan anggota dewan 74 persennya adalah berasal dari partai pendukung pemerintah. Apalagi, rival politik saat pemilihan presiden, yakni Prabowo Subianto, juga sudah merapat ke pemerintahan.

"Jangan terjadi perselingkuhan antara negara, pemerintah pusat, dengan pengusaha. Ini yang bahas Kadin, Apindo dan pemerintah saja, buruhnya tidak. Riak riaknya sudah ada di bawah. Apapun sampah yang dikasih ke DPR pasti disetujui," ujarnya.

Sebagai informasi  Presiden Joko Widodo menargetkan Rancangan Undang-Undang omnibus law tentang cipta lapangan kerja dan perpajakan dapat rampung dalam 100 hari kerja pemerintahan periode keduanya. Adapun sisa waktu bagi pemerintah untuk menyelesaikan kedua omnibus law tersebut tinggal 13 hari lagi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan draf omnibus law tentang Cipta Lapangan Kerja sudah memasuki tahap penyusunan aspek hukum atau legal drafting. Sementara, omnibus law tentang perpajakan sudah selesai dan sedang menunggu Surat Presiden atau Surpes dari Jokowi.

Adapun terdapat 82 Undang-Undang dan 1.194 pasal yang akan diselaraskan dengan omnibus law tentang cipta lapangan kerja. Beleidu tersebut akan berisikan sebelas klaster. Sementara, omnibus law tentang perpajakan akan menyelaraskan tujuh UU dan 28 pasal. Omnibus law ini meliputi enam klaster.kbc11

Bagikan artikel ini: