2020, Penyaluran kuota BBM subsidi ke badan usaha dilakukan per 3 bulan

Kamis, 2 Januari 2020 | 12:05 WIB ET

JAKARTA - Penetapan kuota penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) Jenis Bahan Bakar Bersubsidi Tahun Anggaran 2020 kepada Badan Usaha akan dilakukan per tiga bulan, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang ditetapkan per tahun kecuali untuk PT Pertamina (Persero) dan PT AKR tetap akan diberikan kuota untuk langsung satu tahun.

Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa menyampaikan, penyaluran per tiga bulan ini dilakukan untuk melihat sejauh mana komitmen Badan Usaha agar distribusi BBM Bersubsidi ini tepat sasaran, di samping penggunaan digitalisasi.

"Untuk tahun 2020, sidang Komite BPH Migas sudah menyepakati penyaluran BBM Bersubsidi tidak lagi dilakukan per satu tahun, tetapi dipecah per tiga bulan. Hal ini dilakukan untuk melihat komitmen badan usaha penerima BBM Bersubsidi seperti PT KAI, ASDP dan PT Pelni dalam menyalurkan BBM Bersubsidi yang tepat sasaran," ujar Fanshurullah dalam konferensi pers usai penyerahan Surat Keputusan (SK) Penugasan dan Kuota Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) 2020 kepada Badan Usaha Penerima Penugasan dan Gubernur seluruh Indonesia, Senin (30/12) di Jakarta.

Selain komitmen untuk menyalurkan BBM Bersubsidi kepada yang berhak, Ifan menyebut penetapan per tiga bulan ini juga untuk melihat komitmen dan kesungguhan badan usaha menggunakan digitalisasi. Penyaluran BBM Bersubsidi per tiga bulan juga untuk mengantisipasi jika revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 disetujui. "Per tiga bulan kuota BBM Bersubsidi akan dilakukan kepada badan usaha kecuali PT Pertamina (Persero) dan PT AKR tetap per tahun," jelas Fansharullah.

Penyaluran BBM Bersubsidi merupakan program prioritas nasional untuk menyediakan BBM Bersubsidi bagi masyarakat yang kurang beruntung, namun demikian dalam pelaksanaannya kerap melebihi kuota yang sudah ditetapkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Pemerintah karena berbagai hal, antara lain adanya penyimpangan distribusi di lapangan kepada yang bukan berhak.

"Tahun 2019 ini, berdasarkan catatan BPH Migas terjadi kelebihan kuota BBM Bersubsidi hingga tanggal 29 Desember 2019 sebesar 1,3-1,5 juta kiloliter dengan potensi kerugian negara sekitar Rp 3 triliun", ungkap Fanshurullah.

Untuk meminimalisasi terjadinyan penyimpangan distribusi, selain melaksanakan digitalisasi nozzle di 5.518 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), Pemerintah bersama instansi terkait, Direktorat Jenderal Minyak Dan Gas Bumi, Pemerintah Daerah (Propinsi/Kabupaten/Kota), TNI/Polri, BIN, dan Komisi VII DPR Rl serta PT. Pertamina (Persero) rutin melakukan pengawasan langsung ke lapangan/SPBU. kbc9

Bagikan artikel ini: