Produk e-commerce di bawah US$50 diusulkan bebas bea masuk

Sabtu, 28 September 2019 | 07:27 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Kalangan pelaku usaha ritel dan importir di Tanah AIr mempertanyakan keberadaan pelaku jasa titipan (jastip) yang tengah marak di Indonesia. Pasalnya, produk impor asal jastip banyak yang tidak membayar kewajiban pajaknya.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta meminta kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk menurunkan kembali batasan (thresshold) bagi produk impor melalui e-commerce.

"Apakah US$75 ini menyelesaikan masalah apa belum, kita melihat masih ada celah," kata Tutum di kantor Bea Cukai Pusat, Jakarta, Jumat (27/9/2019).

Melalui PMK-112/PMK.04/2018, Pemerintah menetapkan bahwa batasan produk impor kiriman melalui e-commerce ditetapkan sebesar US$ 75. Praktiknya, jika produk impor kiriman kurang dari batasan maka terbebas dari bea masuk. Sedangkan jika nilainya lebih besar maka kelebihannya akan dikenakan.

Meski sudah diatur, faktanya masih banyak importir yang sengaja melakukan penghindaran kewajiban pajak dengan membuat banyak akun e-commerce. Padahal, tujuan barang dan perlunya hanya satu orang.

Dengan begitu, Tutum mengusulkan adanya penurunan kembali batasan nilai barang impor via e-commerce menjadi di bawah US$50. Angka itu jauh lebih rendah dari yang berlaku saat ini yaitu US$ 75.

"Kita usulkan Pak Dirjen (Heru Pambudi), kalau boleh harus di bawah US$ 50 supaya mempersulit mereka lagi, kalau US$ 75 masih dianggap ada celah, kalau di bawah US$ 50 agak sulit mereka akan lelah, ini kita adu lelah," tegas dia.

Menanggapi itu, Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengaku akan menampung segala masukan dan usulan dari berbagai kalangan termasuk pengusaha.

"Kalau kita akan kaji dulu, kita menerima masukan dan aspirasi," kata Heru. kbc10

Bagikan artikel ini: