RUU Pertanahan berpotensi rampas hak akses informasi

Jum'at, 13 September 2019 | 12:19 WIB ET
Ketua Komisi Informasi Pusat Gede Narayana bersama Ketua Bidang Regulasi dan Kebijakan Publik Muhammad Syahyan.
Ketua Komisi Informasi Pusat Gede Narayana bersama Ketua Bidang Regulasi dan Kebijakan Publik Muhammad Syahyan.

JAKARTA, kabarbisnis.com: Rancangan Undang-undang tentang Pertanahan yang sedang disiapkan pemerintah sebagai jawaban atas amanah TAP MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, berpotensi bertentangan dengan Pasal 28 F Undang-undang Dasar 1945, yang mengatur jaminan terhadap hak setiap orang untuk memperoleh informasi.

Muatan materi yang berpotensi bertentangan dengan hak asai manusia atas akses informasi publik berkaitan rumusan pengecualian informasi terhadap daftar nama pemilik hak atas tanah.

“Informasi terkait dengan nama pemilik hak atas tanah khususnya hak guna usaha (HGU) merupakan informasi publik yang bersifat terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat,” terang Gede Narayana, Ketua Komisi Informasi Pusat didampingi Ketua Bidang Regulasi dan Kebijakan Publik Muhammad Syahyan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (13/9/2019).

Gede menjelaskan, Komisi Informasi Pusat telah memutus status informasi mengenai HGU sebagai informasi publik yang bersifat terbuka sehingga dapat diakses oleh masyarakat. Apalagi putusan Komisi Informasi Pusat mengenai sengketa informasi HGU diputuskan melalui Putusan Nomor 057/XII/KIP-PS-M-A/2015, sengketa informasi antara Pemohon Forest Watch Indonesia terhadap Termohon Kementerian Agraria dan Tata Ruang RI, ia juga menegaskan bahwa putusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) pada tingkat Kasasi di Mahkamah Agung (MA) dengan Putusan Nomor 121 K/TUN/2017.

Berdasarkan putusan tersebut, RUU Pertanahan yang mengatur informasi mengenai nama pemilik hak atas tanah khususnya terkait hak guna usaha jelas bertentangan dengan jaminan hak asasi dan agenda mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, transparan, efektif, efesien, dan akuntabel.

“Pada tahun 2012, Komisi Informasi Pusat juga telah memutuskan informasi HGU merupakan informasi publik yang bersifat terbuka melalui Putusan Nomor 218/VII/KIP-PS-MA-A/2012 dan telah in kracht di Mahkamah Agung dengan Putusan Nomor 647 K/TUN/2017,” ungkap Gede.

Tidak hanya di Komisi Informasi Pusat. Komisi Informasi Provinsi Aceh, Kalimantan Timur memutuskan bahwa informasi HGU sebagai informasi publik yang bersifat terbuka. Putusan Komisi Informasi pusat dan beberapa Komisi Informasi provinsi telah memutus HGU sebagai informasi terbuka, sehingga jelas RUU Pertanahan yang mengatur pengecualian informasi hak atas tanah berkaitan dengan HGU jelas bertentangan dengan hak asasi dan semangat transparansi.

Terkait dengan pembahasan RUU Pertanahan tersebut, lanjut Gede, KI Pusat siap mengawal dan memberi masukan ke panja RUU Pertanahan, utamanya terkait pasal yang mengatur tentang hak mendapatkan informasi publik mengenai data pertanahan. Harapannya, RUU Pertanahan tersebut, benar-benar memperhatikan hak atas informasi publik terkait data pertanahan.kbc11

Bagikan artikel ini: