Harga jagung pakan mahal, Kementan salahkan sistem logistik

Minggu, 4 November 2018 | 06:37 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Rakor Menko Perekonomian pada Jumat (2/11/2018) menunjuk Perum BULOG melakukan pengadaan impor jagung maksimal 100.000 ton  untuk kebutuhan pakan peternak mandiri.

Meski begitu, Kementerian Pertanian (Kementan) memprediksi produksi jagung dalam negeri dapat mencapai 30 juta ton mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.Namun, mahalnya harga pakan jagung lebih disebabkan belum efisiennya sistem sarana logistik dan transportasi.

Sekjen Kementan  Syukur Iwantoro kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (3/11/2018) menuturkandalam lima tahun terakhir pertumbuhan jagung nasional terbilang pesat yakni mencapai 12,49 %.  Dengan prediksi produksi jagung hingga akhir tahun sebesar 30 juta ton berarti terdapat surplus hingga 12,98 juta ton. Mengutip data Badan Ketahanan Pangan  kebutuhan jagung tahun ini sebesar 15,7 juta ton.

Namun menurut Syukur sebaran hasil panen jagung tidak merata. Lebih dari 60 % produksi jagung berada di luar Jawa . Kondisi geografis sebagai negara kepulauan ini menyebabkan biaya logistik dan distribusi menyebabkan harga produk jagung dari petani lebih mahal ketimbang harus mendatangkan dari impor.

Berdasarkan catatan Kementan, terdapat perbedaan biaya transportasi tujuan penjualan pasar domestik dan pasar ekspor. Biaya transportasi dari Tanjung Priok ke Tanjung Pandan lebih mahal dari Priok ke Pelabuhan Port Klang Singapura.

Dari Tanjung Priok ke Pelabuhan Tanjung (Belitung) perjalanan tiket untuk mobil angkut 14 ton sebesar Rp 33 juta, belum termasuk biaya solar mobil dan biaya lainnya. "Sementara itu, dari Priok ke Klang Singapura untuk 24-27 ton biayanya sebesar 1.750 dolar AS atau sekitar Rp 26 juta, sudah termasuk dengan pengurusan semua dokumen,” ungkapnya.

Padahal, menurutnya, Kementan telah memastikan produuksi jagung nasional pada tahun ini mengalami surplus, bahkan telah melakukan ekspor sebanyak 380.000 ton. “Sejak diberhentikan importasi jagung untuk pakan tahun lalu sebesar 3,5 juta ton, pemerintah telah menghemat devisa sekitar Rp 10 triliun,” terangnya.

Menurut Syukur Kementan terus mendorong institusi terkait dan Pemerintah Daerah mampu mereformasi rantai pasok pemasaran jagung dan membantu resi gudang di daerah agar berfungsi optimal, sehingga petani tetap terpaku pada sistem konvesional pasok jagung,” ujarnya

Menurutnya selama ini Kementan juga telah mendorong pemprov membangun buffer storage, yakni menyerap surplus produksi pada waktu  puncak panen, dan menyimpannya untuk dilepas kembali pada waktu produksi turun.Namun kondisi tersebut tidak sejalan dengan biaya transportasi.

Namun, Dirjen Tanaman Pangan Gatot Irianto mengatakan pihaknya sudah membicarakan usulan pembangunan sarana logistik ini dengan Pemda  Jateng dan Pemda Jawa Timur yang kedua provinsi ini cukup signifikan sebagai daerah sentra produsen sekaligus pasar dari pakan jagung. Bahkan , Gatot mengklaim Khofifah Indar Parawansa sebagai Gubernur baru Jatim berkeinginan mengalokasikan anggaran daerahnya untuk pembangunan sarana logistik sehingga dapat menampung hasil panen petani pada panen raya. Kemudian sebagian dilepas ke pasar ketika masa paceklik kbc11

Bagikan artikel ini: