Harga pakan pacu mahalnya harga ayam dan telur
JAKARTA, kabarbisnis.com: Melonjaknya harga telur ayam dipicu oleh tingginya harga pakan ayam. Tingginya harga pakan ayam nabati, yang sebagian besar adalah jagung, dipengaruhi oleh ketersediaannya di pasar.
Jumlah produksi jagung nasional tidak dapat memenuhi jumlah konsumsi jagung nasional. Di saat yang bersamaan, pemerintah justru membatasi impor jagung tanpa memperhatikan pasokan memadai.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy mengatakan lebih dari 50% produksi jagung memang diperuntukkan untuk konsumsi hewan, misalnya saja ayam. Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian (Kementan), jumlah produksi jagung nasional mengalami peningkatan pada periode 2013 sampai 2017.
Apabila tahun 2013 , jumlah produksi jagung nasional sebesar 18,5 juta ton pipilan kering. Di tahun 2017, merujuk ARAM II BPS produksi jagung tercatat mencapai 27,9 juta ton pipilan kering.
"Di saat yang bersamaan, jumlah konsumsi jagung nasional juga terus naik. Pada periode 2013-2015, jumlah konsumsi jagung nasional berjumlah 21,6 juta ton, 22,5 juta ton, dan 23,3 juta ton. Ada sedikit penurunan pada 2016 yaitu menjadi 22,1 juta ton. Jumlah ini kembali naik menjadi 23,3 juta ton pada 2017," ujar Imelda di Jakarta, Selasa (27/3/2018).
Menurut Imelda jumlah produksi jagung nasional terus meningkat. Kenaikan produksi jagung ini juga diikuti adanya lonjakan jumlah konsumsi nasional. Tanpa adanya ketersediaan yang memadai, harga jagung akan tinggi. Belum lagi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang sudah pasti memengaruhi impor.
Jumlah jagung yang diimpor Indonesia terus mengalami penurunan. Indonesia mengimpor 3,19 juta ton jagung pada 2013 dan 3,18 juta ton pada 2014. Sementara itu pada 2015 dan 2016 jumlah impornya adalah 3,5 juta ton, 1,3 juta ton.
Penurunan jumlah impor yang dimaksudkan untuk melindungi petani jagung nasional justru tidak efektif untuk menjaga kestabilan harga."Pemerintah ingin meningkatkan produktivitas jagung nasional dengan cara menyediakan benih gratis melalui program subsidi benih pada 2015.
Sayangnya, program ini datang bersamaan dengan berbagai pembatasan pada impor jagung. Hal ini menyebabkan kurangnya persediaan. Maka itu, tidak mengejutkan saat harga jagung nasional lebih tinggi daripada harga di pasar internasional,” jelas Imelda.
Chairwoman CIPS Saidah Sakwan mengatakan pemerintah harus mendorong intensifikasi on farm terkait produktivitas dan efisiensi agar jagung nasional kompetitif dari sisi mutu, harga dan mampu mencukupi jumlah konsumsi nasional."Kalau supply jagung nasional belum memadai, impor bisa menjadi alternatif. Pemerintah bisa mengenakan tarif untuk impor jagung," tandas Saidah.
Novita Karini, peneliti CIPS lainnya berpendapat pemerintah juga perlu mewaspadai rantai distribusi perdagangan telur. Hal ini penting karena tidak menutup kemungkinan terdapat oknum di sepanjang rantai distribusi yang sengaja membuat harga telur menjadi tinggi.
"Semakin mahal harga ayam dan telur di tingkat peternak, semakin sulit pula pedagang eceran memasok persediaan dengan modal jualan yang tetap. Di samping itu, pemerintah juga perlu mewaspadai rantai distribusi perdagangan dua komoditas tersebut lantaran tidak menutup kemungkinan terdapat oknum disepanjang rantai distribusi yang sengaja membuat harga telur menjadi tinggi. Yang jelas tidak bisa menyalahkan konsumen akhir dan pedagang kecil karena dari mereka harga sudah sangat tinggi,” pungkasnya.kbc11.
FIFA Girang Jumlah Penonton Piala Dunia U-17 di Indonesia Lampaui Target
Perbankan Mulai Siapkan Uang Tunai Sambut Libur Nataru
Konsolidasi dan Transformasi Jadi Kunci Keberhasilan BPR dan BPRS Dalam Hadapi Tantangan
Youtuber dan Tiktoker Dinilai Bikin RI Rugi, Ini Alasannya?
BPKÂ Temukan Potensi Kerugian Negara Rp18,9 Triliun di Semester I-2023