Pavel Durof klaim pengguna Telegram tembus 200 juta

Rabu, 4 April 2018 | 19:55 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Pavel Durov saat ini tengah menikmati masa keemasannya. Betapa tidak, aplikasi chatting Telegram yang dirintisnya diklaim telah memiliki 200 juta pengguna aktif.

Dalam blog resmi perusahaan, Durov mengatakan bahwa pencapaian tersebut dilakukan tanpa promosi alias organik. Dia juga mengapresiasi seluruh pengguna Telegram atas pencapaian terse but. Dalam pernyataannya, Durov secara tidak langsung juga menyindir Facebook terkait kasus kebocoran data pengguna yang diguna kan konsultan politik Trump dalam pemilihan Presiden AS pada 2016.

“Kami tidak memiliki stakeholder maupun pengiklan. Kami juga tidak berkepentingan dengan para pemasar. Mereka yang berupaya menggali data pelanggan, bahkan lembaga pemerintah,” ungkap Durov.

“Sejak pertama diluncurkan, Telegram tidak pernah membagikan data sedikit pun kepada pihak ketiga,” tambahnya.

Telegram dikenal sebagai aplikasi internet messaging yang sangat ketat dalam hal privasi data. Mereka sangat menjaga kerahasiaan pengguna. Sampai-sampai, diduga teroris menggunakan Telegram sebagai alat komunikasi, bahkan penyebar propaganda.

Telegram adalah salah satu jejaring sosial yang fokus pada fitur enkripsi end-to-end . Maksudnya, dengan fitur enkripsi ini, sangat sulit mencegat pesan dari pengirim atau penerima. Keunikan ini yang membuat Telegram dapat mengantongi 200 juta pengguna aktif tanpa harus diperkenalkan melalui iklan.

“Kami tidak menganggap Telegram sebagai organisasi atau aplikasi. Telegram adalah sebuah gagasan bahwa setiap orang memiliki hak untuk bebas,” tulis Durov.

Angka 200 juta pengguna aktif memang masih inferior dibandingkan WhatsApp yang kini memiliki 1 miliar pengguna aktif. Namun, angka tersebut sudah sangat besar dibanding aplikasi sejenis. Di Indonesia, Telegram banyak digunakan anak muda karena memiliki fitur permainan didalamnya.

Mulanya Telegram dirancang sebagai bentuk kritik kepada Pemerintahan Rusia, di mana Telegram menjadi jalur komunikasi aman yang tidak dapat ditembus Badan Intelijen Rusia.

Dikejar-kejar Intelijen, Diancam Diblokir

Sejak awal mendirikan Telegram, Pavel Durov sudah menegaskan bahwa pihaknya tidak akan membuka data pengguna aplikasi chatting tersebut kepada pihak lain.

Hal itu juga yang membuat Telegram bisa tumbuh organik mencapai 200 juta pengguna seperti saat ini. Meski demikian, strategi tersebut juga penuh risiko. Bahkan di Rusia, aplikasi Telegram dikecam.

Mahkamah Agung Rusia memaksa aplikasi Telegram memberikan data pengguna kepada pihak berwenang. Telegram diberikan sejumlah waktu untuk mematuhi regulator komunikasi Rusia atau berisiko diblokir di negara tersebut. Sebelumnya Telegram memprotes permintaan Badan Intelijen Dinas Keamanan Federal (FSB) untuk mendapatkan akses terhadap data pengguna mereka.

Tuntutan tersebut pun akhirnya dibatalkan. Pengacara Telegram Ramil Akhmetgaliev mengatakan, Telegram menganggap penting menjaga komunikasi pengguna agar tetap rahasia. Artinya, tidak ada seorang pun yang dapat melihat isi pesan, kecuali pengirim dan penerima.

Pihaknya juga telah memblokir 78 kanal terkait ISIS pada November 2015. Tidak hanya Rusia, Pemerintah Iran juga mengaku segera memblokir Telegram dengan alasan keamanan nasional. Padahal, di Iran pengguna Telegram mencapai 40 juta orang dan menjadi aplikasi obrolan yang paling banyak dipakai.

Menurut anggota Dewan Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Iran Alaeddin Boroujerdi, langkah tersebut diambil setelah melalui banyak pertimbangan dari pemerintah. Sebagai gantinya, dia mendorong warga Iran untuk menggunakan aplikasi seperti Soroush buatan lokal.

Di Indonesia, pada akhir 2017 silam Telegram sempat diblokir sebelum akhirnya dibuka kembali oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Kominfo beralasan, pemblokiran Telegram versi web disebabkan layanan chat ini dimanfaatkan untuk menyebarkan kegiatan propaganda radikalisme hingga terorisme.

Melalui Telegram versi web, pengguna dapat membagi file mencapai 1,5 GB. Adapun pembukaan blokir Telegram versi web ini berkat upaya kedua belah pihak dalam mengatasi konten negatif, khususnya yang berkaitan dengan radikalisme dan terorisme. Negara seperti Arab Saudi tetap memblokir Telegram pada Januari 2016. Sementara Tiongkok melakukan pemblokiran sejak 2015. kbc10

Bagikan artikel ini: