BPNT dinilai bakal amputasi fungsi Bulog sebagai stabilisasi harga pangan

Rabu, 31 Mei 2017 | 21:09 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang akan diterapkan pada 1 Juli 2017 pemerintah untuk menggantikan beras bagi orang miskin (raskin), dinilai akan mengamputasi fungsi Perum Bulog sebagai stabilitasi harga pangan.

Guru Besar Ekonomi Pertanian dan Agribisnis Faperta Universitas Gadjah Mada (UGM) Dwidjono Hadi Darwanto mengungkapkan adanya program BPNT ini akan memangkas kewenangan Bulog dalam stabilitasi harga pangan. “Fungsi Bulog diamputasi dalam stabilisasi harga pangan,” ujar Dwidjono usai Forum Group of Discussion (FGD) Perhimpunan Ekonomi Pertanian (Perhepi) dengan tema “Antisipasi Penerapan Kebijakan Rasta (Beras Sejahtera) Sistem Tunai” di Jakarta, Rabu (31/5/2017).

Menurutnya semakin sedikitnya stok yang dikelola Bulog terutama hanya untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan untuk stabilisasi harga. “Relatif kecilnya stok di Bulog akan semakin menurunkan kemampuan Bulog sebagai penyangga kontinuitas ketersediaan pangan terutama beras,” tandasnya.

Imbasnya, menurut Dwidjono peran pemerintah dalam stabilitasi pangan akan hilang, Padahal gejolak harga beras akan memicu kenaikan angka inflasi. “Dan ini akan membahayakan Negara,” tukasnya.

Dikatakan program ini terkesan terburu-buru karena infrastruktur belum siap di daerah terutama daerah remote area atau daerah yang sulit terjangkau. “Padahal daerah kantung-kantung kemiskinan jauh dari kota. Apabila tidak terjangkau maka sasaran tidak akan tercapai,” ujar Dwidjono.

Dwidjono menilai program BPNT ini dapat dilaksanakan secara bertahap. Awalnya dapat dijalankan di daerah perkotaan, kemudian sub urban, pedesaan dan daerah terpencil. “Jadi membutuhkan waktu dalam penyiapan sarana dan prasarana program BPNT berupa e-warung,” katanya.

Ketua Perhepi Bayu Krisnamurthi menambahkan kebijakan ini menegaskan pemerintah mengambil langkah strategis dengan memisahkan antara penanganan perlindungan sosial dan stabilitasi harga pangan. Padahal, sebelumnya berada pada satu kebijakan yakni raskin.

Kebijakan ini akan bedampak pada keuangan negara. Tadinya proses raskin dilakukan oleh Bulog melalui dana komersial. “Kemudian baru diverifikasi dan pemerintah membayar setelah hasil verifikasi keluar,” ujar Bayu.

Akan tetapi, ke depan, sambung Bayu prosesnya akan melalui transfer tunai, ada pengeluaran negara langsung ke rumah tangga miskin. “Selain itu, hingga akhir tahun butuh sebuah penanganan terhadap stok beras Bulog sebanyak 1,2 juta ton. Ini nilainya diperkirakan mencapai Rp 9 triliun,” ujar Bayu.

Bayu mengatakan memasuki musim kemarau atau paceklik, ada kecenderungan harga beras akan naik. Ini musti disiapkan antisipasi terhadap hal tersebut. Dengan tidak adanya raskin, masyaraat berpendapatan rendah akan masuk pasar. “Ini akan menciptakan permintaan baru dan imbasnya harga beras akan naik,” pungkas Mantan Wakil Menteri Perdagangan ini.kbc11

Bagikan artikel ini: