Pemerintah siapkan skema bagi hasil Blok East Natuna

Rabu, 13 Juli 2016 | 08:10 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memberikan beberapa opsi skema kontrak bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC) pengembangan blok East Natuna, kepada PT Pertamina (Persero) selaku operator blok tersebut.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja tidak menyebut secara rinci opsi skema PSC yang diberikan. Namun, ia menyebut, salah satunya adalah sliding scale yaitu bagi hasil penjualan produksi migas tanpa memperhitungkan terlebih dahulu first tranche petroleum dan pengembalian biaya operasi (cost recovery).

Skema ini, ujarnya, bisa menjadi pilihan demi mempercepat eksplorasi blok East Natuna.

"Kami sudah bicarakan opsi terkait skema kontrak East Natuna ke Direktur Utama Pertamina dan akan kami rapatkan bersama pada pekan ini. Berbagai opsi sudah disiapkan, salah satunya skema sliding scale," ujar Wiratmaja, Selasa (12/7/2016).

Setelah ini, tambahnya, ia berharap penandatanganan PSC blok East Natuna dengan Pertamina bisa dilakukan pada tahun ini. Namun menurut Wiratmaja, pembahasan PSC akan berjalan panjang karena masih ada beberapa syarat dan ketentuan pengembangan blok yang masih perlu disepakati kedua belah pihak.

Ia menjelaskan, salah satu poin yang masih perlu dibahas adalah penanggungjawab investasi teknologi pemisah karbon dioksida. Investasi ini sangat penting mengingat kandungan karbon dioksida di blok East Natuna sudah mencapai 72 persen, sehingga investasi KKKS di blok yang berlokasi di Laut China Selatan itu bisa sangat mahal.

Sampai saat ini, jelasnya, masih belum diputuskan apakah Pemerintah atau KKKS yang nantinya bertanggungjawab melakukan investasi tersebut.

"Itu juga yang sedang kami bahas, biaya pemisahannya cukup tinggi. Nanti sama-sama, Pemerintah dan investor bahas keekonomiannya. Kalau tidak ekonomis apa yang bisa kami lakukan ke depan. Maka dari itu, ada beberapa langkah percepatan yang kami harapkan bisa dibahas pada pekan ini," ujar Wiratmaja.

Kendati ingin mempercepat pengembangan East Natuna, namun ia belum tahu kapan tepatnya blok ini beroperasi. "Tapi kami harap sih sebelum 2030 sudah mulai beroperasi," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menerangkan, Pertamina akan tetap melakukan kajian di East Natuna meski belum ada kesepakatan PSC. Dalam waktu dekat, rencananya perusahaan akan melakukan studi aspek keekonomian proyek yang direncanakan selesai dalam waktu empat bulan.

"Kami akan lakukan pendalaman due diligence termasuk melakukan valuasi untuk masuk di blok-blok upstream," ujar Dwi.

Sebagai informasi, blok East Natuna rencananya akan dioperatori Pertamina, dengan hak partisipasi sebesar 35 persen. Selain Pertamina, perusahaan lain yang memegang hak partisipasi di blok East Natuna adalah ExxonMobil sebesar 35 persen, Total E&P Indonesie sebesar 15 persen, dan PTT Thailand sebesar 15 persen.

Blok East Natuna sendiri memiliki volume gas di tempat (Initial Gas in Place/IGIP) sebesar 222 triliun kaki kubik (tcf), dan cadangan terbukti sebesar 46 tcf. kbc10

Bagikan artikel ini: