Regenerasi petani lambat, kedaulatan pangan terancam
JAKARTA, kabarbisnis.com: Proses regenerasi petani yang berjalan lamban menjadi persoalan serius bagi sektor pertanian. Kelak persoalaan ini berpotensi kuat mengancam ambisi pemerintah mewujudkan kedaulatan pangan.
"Persoalan ini (regenerasi petani red) tak hanya muncul di level nasional namun juga global," ujar Said Abdullah, Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) di Jakarta, Selasa 17/5/2016).
Menurut Said secara umum sektor pertanian mengalami penuaan dan populasi petani terus berkurang. Petani di sub-sahara afrika rata-rata berusia 60 tahun. Pun, di Amerika rata-rata petaninya berusia 55 tahun.
Sementara di Indonesia, berdasarkan data sensus pertanian 2013 diketahui bahwa 61,8 % berusia di atas 45 tahun dan hanya 12,2% saja yang berusia di bawah 35 tahun. Khusus untuk petani tanaman pangan sebanyak 47,57 % berusia diatas 50 tahun.
Menua dan berkurangnya petani pada level global tentu saja menjadi tantangan produksi pangan dunia. Produksi pangan menurun sementara permintaan akan terus tumbuh. Dengan situasi ini maka penyediaan pangan tidak dapat lagi mengharapkan atau bergantung pada pasar global.
Penguatan produksi pangan dalam negeri menjadi kunci jika ingin terbebas dari kondisi rawan pangan.Karenanya, dia mengingatkan pemerintah jangan menganggap remeh terhadap lambannya persoalaan regenerasi petani.
"Ini persoalan urgen yang harus diatasi jika ingin berdaulat pangan seperti yang dicita-citakan dalam nawacita," tandasnya.
KRKP, kata Said menilai tidak dapat diselesaikan satu sektor saja karena persoalan pertanian dan petani lintas sektor multidisiplin. Upaya regenerasi harus menjadi kerja kolektif semua pihak.
Sementara,peneliti Merapi Cultural Institute (MCI) Agustinus Sucipto mengatakan ambisi swasembada pangan pemerintah tahun 2017-2018 terancam gagal karena pemerintah hanya memperhatikan infrastruktur tanpa memperhatikan sumber daya manusianya secara serius.
"Regenerasi sumber daya manusia yaitu petani yang menjadi faktor penentu berhasil tidaknya program swasembada pangan tak tersentuh sama sekali. Faktanya, profesi petani saat ini kurang diminati oleh generasi muda. Generasi muda saat ini lebih tertarik bekerja di bidang industri daripada bidang pertanian," beber Agustinus.
Ia menambahkan gejala ini salah satunya bisa dilihat dari banyaknya generasi petani yang lebih memilih meninggalkan kampung halaman mereka untuk mengais rejeki di luar negeri sebagai TKI/TKW. Selain itu, banyak anak petani usia produktif lebih memilih hijrah ke kota menjadi buruh pabrik.
"Dalam budaya kita, profesi petani dianggap sebagai profesi kelas dua atau bahkan menjadi pilihan terakhir. Profesi petani indentik dengan pekerjaan kasar dan menjadi masyarakat kelas rendah.Ada stigma bahwa petani adalah pekerjaan yang tidak memiliki prospek ekonomi cerah," terang Peneliti MCI dari keluarga petani ini.kbc11
Gandeng Palang Merah Indonesia, KFC Indonesia Salurkan Dana Kemanusiaan Rp 1,5 Miliar Untuk Palestina
Sasar Kalangan Pebisnis Jawa Timur, OPPO Gelar OPPO International Skyport di Surabaya
Forum Kapasitas Nasional III 2023 Jakarta Bukukan Kontrak Senilai Rp 20,2 Triliun
Modena Home Center Hadir di Surabaya, Bawa Inovasi Smart Living Untuk Smart City
Awal Bulan Depan, Kominfo Bakal Terbitkan Aturan Soal AI