OJK Akui Separuh Lebih Pelajar Belum Paham tentang Keuangan

Kamis, 25 Januari 2024 | 08:26 WIB ET
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi

JAKARTA, kabarbisnis.com: Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengakui tingkat literasi dan inklusi keuangan para pelajar di bawah rata-rata nasional.

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLKI) yang dilakukan OJK pada 2022, indeks literasi dan inklusi keuangan pelajar masing-masing sebesar 47,56 persen dan 77,80 persen. Indeks tersebut berada di bawah indeks literasi dan inklusi keuangan secara nasional, yaitu sebesar 49,68 persen dan 85,10 persen.

"Kalau ditanya 10 orang pelajar, kira-kira 4-5 itu paham tentang keuangan, sementara sisanya atau separuh lebih tidak atau belum paham tentang keuangan, dan seterusnya. Kalau inklusi, sekarang sekitar 77, ini artinya kalau dari 10 anak pelajar atau mahasiswa ditanya, 7 di antara sudah punya produk keuangan," kata Friderica seperti dikutip, Rabu (24/1/2024).

Apa yang menjadi menarik adalah level inklusi lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat literasi keuangan. Hal tersebut menandakan bahwa banyak yang menggunakan produk jasa keuangan, tetapi masih belum paham jika ditanya apa produk jasa keuangan yang digunakan.

Menurut Friderica, edukasi keuangan terhadap generasi muda sangat penting agar mereka tidak terjerat oleh penipuan-penipuan yang bertebaran. Misalnya, banyak generasi muda yang menjadi korban karena tergiur ajakan Doni Salmanan, seorang influencer, atas kasus penipuan investasi bodong trading platform Quotex. Begitu pula dengan penipuan investasi bodong robot trading Auto Trade Gold (ATG) dari influencer bernama Wahyu Kenzo.

Friderica menganggap ada sejumlah mentalitas yang menyebabkan anak-anak muda mudah tergiur untuk mengikuti ajakan-ajakan influencer dan orang-orang semacamnya. Mulai dari Fear of Missing Out (FOMO), You Only Live Once (YOLO), hingga Fear of Other People's Opinions (FOPO).

Dia memberikan contoh mentalitas FOPO yang dimiliki anak muda dapat menyebabkan mereka dengan mudah mengajukan pinjaman online, tetapi ternyata ilegal. Salah satu kasus yang diceritakan ialah ada seorang pemuda sedang makan bersama pacarnya, lalu tiba-tiba teman dari pacarnya datang dan diajak ikut makan.

"Cowoknya langsung jantungnya mau copot karena uang yang di kantongnya ini cuman cukup buat makan dua orang. Karena gengsi akhirnya jempolnya bergerak di bawah meja mengajukan pinjaman online yang cuman 10 menit uangnya cair, cuma pinjam Rp 1,5 juta. (Namun), karena itu pinjol ilegal, kemudian beranak terus sampai akhirnya jadi berapa? Rp 150 juta. Karena terus berbunga, ketika macet, tiba-tiba ada pinjol lain ilegal yang menawarkan," ungkap dia.

Dengan terus berbunga, akhirnya pemuda tersebut terganggu karena dikejar-kejar debt collector dan orang tuanya stress. Padahal mau lulus kuliah dan mencari pekerjaan.

"Jadi hati-hati ya adik-adik. Untuk itu kenapa kalian ada di sini untuk belajar tentang financial literacy yang sangat bermanfaat. Ini untuk menghindarkan dari berbagai bahaya yang bisa terjadi pada kalian karena ketidaktahuan dan juga untuk menyiapkan masa depan kalian dengan lebih baik, menyiapkan masa depan yang cerah dengan literasi keuangan," ujar Friderica. kbc10

Bagikan artikel ini: