Banyak Jerat Anak Muda hingga Emak-emak, Begini Ramalan Bisnis Pinjol di Semester II
JAKARTA, kabarbisnis.com: Meski telah mampu mengubah akses masyarakat Indonesia terhadap kredit, tren pinjaman online (pinjol) tidak selalu sejalan dengan pertumbuhan literasi keuangan di kalangan penduduknya. Hal ini terutama di kalangan dewasa muda.
Saat ini, populasi dewasa muda Indonesia sering kali terjebak oleh kecenderungan impulsif atau keinginan akan kepuasan instan, mendorong mereka untuk mengejar pinjaman yang cepat dan mudah tanpa mempertimbangkan risiko yang terkait. Ada banyak faktor yang menyebabkan muda-mudi Indonesia terjebak dalam utang.
Peneliti Center of Digital Economy and SME, INDEF Nailul Huda mengatakan mayoritas usia muda terjerat pinjol karena untuk memenuhi gaya hidup semata, seperti membeli pakaian, gawai, traveling dan konser. Perilaku konsumtif di usia muda saat ini bukan untuk kebutuhan.
"Jadi banyak leisure, traveling, gawai, konser musik, dan sebagainya, anak-anak muda ini kan adaptasi internetnya tinggi seiring perkembangan teknologi. Tapi pinjol bukan untuk makan sehari-hari atau beli kebutuhan pokok," kata Nailul.
Faktor lain yang memicu peningkatan prevalensi pinjaman online di kalangan dewasa muda Indonesia adalah perubahan perilaku dari generasi sebelumnya ke generasi muda saat ini. Kemajuan teknologi yang terus berlanjut selama bertahun-tahun telah memainkan peranan penting dalam membentuk praktik keuangan dari berbagai generasi.
Secara historis, generasi yang lebih tua cenderung menghindari utang, bahkan untuk pembelian besar seperti mobil. Sebaliknya, generasi yang lebih muda seperti Generasi X dan Z lebih terbuka untuk berutang demi memenuhi hasrat gaya hidup, seperti menghadiri konser dan pergi berlibur.
Anak muda sekarang terjebak dengan kebiasaan pengeluaran yang berlebihan, tekanan ekonomi, pembiayaan pendidikan, dan tingkat literasi pinjaman yang rendah. Selain itu, gaya hidup juga menjadi faktor penting yang menyebabkan masalah utang, yang tidak hanya berdampak pada kalangan dewasa muda, tetapi juga masyarakat pada umumnya.
Pinjaman online tumbuh pesat di Indonesia, meningkat 71 persen pada Desember 2022, akibat dari lonjakan belanja online pasca pandemi, terutama di kalangan pemuda yang cenderung konsumtif. Pada Juni 2023, pinjaman rata-rata untuk pemuda di bawah 19 tahun mencapai Rp2,3 juta, sementara untuk usia 20-34 tahun adalah Rp2,5 juta, padahal pendapatan rata-rata pemuda hanya Rp 2 juta per bulan.
Sementara itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding pinjaman oleh industri financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending alias pinjaman online (pinjol) melanjutkan peningkatan di awal semester II/2023. Posisinya meningkat menjadi Rp55,97 triliun pada Juli 2023.
Pembiayaan tersebut merangkak naik 22,41 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya hanya mencapai Rp45,73 triliun.
"Pertumbuhan outstanding pembiayaan di Juli 2023 meningkat menjadi 22,41 persen," kata Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Namun, pada saat yang sama dia mengungkap tingkat kredit macet atau tingkat wanprestasi 90 hari (TWP 90) meningkat menjadi 3,47 persen pada Juli 2023 berbanding 3,29 persen pada bulan sebelumnya.
Data Statistik P2P Lending edisi Juli 2023 yang dipublikasikan OJK pada Jumat (1/9/2023) menunjukkan kredit macet lebih dari 90 hari meningkat 59,42 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dari Rp1,22 triliun pada Juli 2022 menjadi Rp1,94 triliun pada periode yang sama tahun ini.
Kredit macet di atas 90 hari itu didominasi oleh kalangan perseorangan yang mencapai Rp1,51 triliun. Di mana, usia 19â34 tahun masih menempati pinjaman macet lebih dari 90 hari tertinggi yang menembus Rp782,16 miliar atau naik 2,23 persen yoy dari sebelumnya Rp765,11 miliar.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, tren pembiayaan oleh fintech P2P lending pada semester II/2023 diramal akan masih tumbuh. Namun demikian, Bhima memproyeksikan trennya tidak setinggi seperti yang terjadi pada semester I tahun ini.
"Waktu itu [semester I/2023] ada efek pasca pandemi, kebutuhan belanja dan modal kerja naik jadi permintaan fintech lending ikut naik," kata Bhima.
Selain itu, Bhima menuturkan bahwa pada semester I/2023, juga terdapat efek lebaran dan dampak dari tekanan lapangan kerja banyak yang mencari alternatif pinjaman online. Hal itu berdampak pada derasnya kucuran pinjaman yang diberikan fintech lending.
Di samping itu, sebagian juga karena merasakan kecemasan jika kehilangan momen alias fear of missing out (FOMO) dan ikut mencoba meminjam pendanaan di pinjol di awal tahun ini.
"Sementara kondisi semester II akan berbeda. Informasi soal kehati-hatian meminjam secara online mulai berpengaruh ke calon borrower," ungkapnya.
Bhima menuturkan, calon peminjam juga semakin teredukasi sehingga banyak yang lebih menyadari akan risiko meminjam ke fintech. "Khawatir kalau pencairan fintech nya dipaksa naik kredit macetnya akan terus melonjak. Sebaiknya fokus dulu penyelenggara fintech ke kualitas pinjaman," ujarnya.
Adapun untuk proyeksi di awal semester tahun depan, Bhima mengatakan masih terlalu awam untuk memproyeksi tren pembiayaan oleh pemain fintech. "Ini masih belum bisa diproyeksi karena ada momen pemilu, tapi harga komoditas turun jadi banyak bad debt di fintech terutama area luar Jawa, kemudian ada perubahan aturan ojk mungkin jadi lebih ketat pengawasan ke fintech," pungkasnya.
Dalam perkembangan lain, industri fintech P2P lending membukukan laba bersih senilai Rp424,14 miliar pada Juli 2023. Raihan laba ini terpantau membaik dibandingkan kondisi Juli tahun lalu yang masih menanggung rugi bersih senilai Rp145,65 miliar. Laba tersebut berasal dari total pendapatan operasional yang mencapai Rp6,7 triliun atau meningkat 45,13 persen dari periode yang sama tahun lalu senilai Rp4,62 triliun.
Jika kembali ditelusuri, salah satunya ditopang oleh pos pendapatan atas pengembalian pinjaman yang tumbuh 52,08 persen yoy. Posisinya meningkat dari Rp3,69 triliun pada posisi Juli 2022 menjadi Rp5,62 triliun pada periode yang sama 2023. kbc10
Bersama Pemkot Surabaya, Lapis Kukus Pahlawan Komitmen Dukung Pengembangan UMKM
57 Persen Generasi Z Pilih Berkarir Jadi Influencer
Bersama Pemkot Surabaya, Lapis Kukus Pahlawan Komitmen Dukung Pengembangan UMKM
Duh! Kecepatan Internet RI Urutan 98 Dunia, Kalah dari Kamboja
Capres Boleh Posting Konten di TikTok, tapi Jangan Cari Sumbangan