Ada 64 Juta UMKM, tapi Baru 11 Persen Terdaftar di Ditjen KI

Senin, 4 September 2023 | 12:46 WIB ET
Menkumham Yasonna H Laoly
Menkumham Yasonna H Laoly

JAKARTA, kabarbisnis.com: Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly mengungkapkan, masih banyak pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Tanah Air yang belum mendaftarkan produk-produk hasil kekayaan intelektual (KI) ciptaannya ke Kementerian Hukum dan HAM.

Menteri Yasonna mengatakan, dari 64 juta UMKM di Indonesia baru 11 persen yang mendaftarkannya ke Ditjen KI di Kemenkuham. Lebih lanjut, ke depannya dia ingin hal tersebut perlu didorong.

"Dari 64 juta UMKM kan baru 11 persen yang (memiliki) perlindungan kekayaan Intelektual," katanya di Universitas Udayana, Jimbaran, Kabupaten Bali, Bali, seperti dikutip, Senin (4/9/2023).

Dia menerangkan, 64 juta UMKM di Indonesia harus didorong untuk mendaftarkan KI. Karena, kalau UMKM berkembang dan punya produk dan merk sendiri itu harus dilindungi dan kesadaran mendaftarkan merk itu menjadi sangat penting.

"Dari seluruh (64 juta) UMKM baru 11 persen yang melaksanakan pentingnya hak kekayaan intelektual. Banyak persoalan-persoalan yang timbul karena pemilik UMKM dan pemilik satu produk yang punya merk tapi tidak mendaftarkannya," ujarnya.

"Dan secara hukum dia menjadi tidak terlindungi. Dan pada suatu saat ada orang yang menggunakan merk yang sama karena dia sudah melihat potensinya akan menimbulkan persoalan," lanjut Yasonna.

Yasonna juga menyatakan pelindungan KI seharusnya menjadi komponen penting dari kebijakan ekonomi nasional. Namun, faktanya 90 persen dari UMKM di Indonesia belum memiliki kesadaran untuk mendapatkan pelindungan KI terhadap produk dan karyanya.

"KI ini adalah power tool untuk pertumbuhan ekonomi nasional yang harus dimanfaatkan secara optimal, penggunaan strategi KI dapat menambah nilai dari aset-aset yang dimiliki," jelasnya.

Dia menyebutkan, di era digitalisasi seperti saat ini jangkauan pasar untuk pelaku UMKM sudah terbuka luas.

Produk-produk UMKM tersebar secara masif baik dalam negeri maupun di luar negeri melalui platform digital. Kemudahan ini diiringi dengan maraknya tingkat pembajakan dan pemalsuan dari produk atau karya cipta. Oleh sebab itu, pemahaman akan pentingnya pelindungan KI terhadap pelaku usaha masih sangat diperlukan.

Yasonna menilai salah satu daerah yang berhasil memanfaatkan KI untuk membangkitkan roda perekonomiannya adalah Provinsi Bali.

"Selama ini yang diketahui orang, tulang punggung perekonomian Bali adalah sektor pariwisata yang menjadi bidang paling terdampak selama pandemi. Akan tetapi peningkatan pendaftaran KI dari Bali justru naik selama pandemi," ujar Yasonna.

Dia menjabarkan, pada awal pandemi tahun 2020, sebanyak 2.250 permohonan KI dari Provinsi Bali yang diajukan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).

Angka tersebut kemudian meningkat pada tahun 2021 menjadi sebesar 4.265 permohonan. Kemudian pada tahun 2022 meningkat menjadi 5.555 permohonan, dan hingga periode Agustus 2023 sudah mencapai 3.874 permohonan.

Jumlah terbaru tersebut, ujar Yasonna, mengalami peningkatan sebesar 18 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya di periode yang sama.

"Saya bersyukur bahwa Bapak Gubernur dengan komitmennya membuat contoh-contoh peran KI untuk peningkatan ekonomi di Bali, bagaimana produk lokal didorong untuk selalu tumbuh," ujarnya.

Sementara, di sisi lain, Menteri Yasonna sendiri menyadari bahwa luasnya wilayah Indonesia merupakan tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk dapat menciptakan ekosistem ekonomi kreatif yang berbasis KI. Dia mengatakan, butuh sinergitas antara pemangku kepentingan untuk dapat merangkul para pelaku usaha lokal agar tidak hanya mengembangkan produknya dengan baik, tetapi juga melindungi kekayaan intelektualnya. kbc10

Bagikan artikel ini: