Pemerintah Diminta Kaji Ulang Pungutan Pajak Pinjol, Ini Alasannya

Kamis, 31 Agustus 2023 | 07:41 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Pemerintah telah menerbitkan kebijakan terkait pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) pinjaman online atau pinjol. Regulasi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022 yang sudah berlaku sejak 1 Mei 2022 lalu.

Melalui ketentuan tersebut, jasa penyelenggara teknologi finansial wajib memungut PPN sebesar 11 persen atas layanan yang diberikan. Teknologi finansial yang dimaksud meliputi jasa pembayaran, settlement investasi, crowdfunding, peer-to-peer (P2P) lending, pengelolaan investasi, dan layanan jasa keuangan lainnya.

Namun demikian, sejumlah pihak meminta pemerintah mengkaji ulang aturan tersebut.

Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat menilai, penerapan pajak pinjol tersebut bertentangan dengan Undang-Undang (UU) PPN sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Pasal 16 B ayat (1a) huruf f bahwa jasa keuangan diberikan fasilitas PPN dibebaskan.

Adapun dalam UU No. 21 Tahun 2021 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), diatur bahwa Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

"Sedangkan, P2P lending sendiri dikategorikan sebagai Jasa Keuangan Lainnya sesuai dengan Peraturan OJK, yakni POJK Nomor 77/POJK.01/2016," kata dia, dikutip dari keterangannya, Rabu (30/8/2023).

Oleh karenanya, dia menilai, penerapan PMK 69 Tahun 2022 menjadi inkonsisten. Sehingga, pemerintah dinilai perlu mengkaji ulang ketentuan pungutan pajak pinjol tersebut.

Selain itu, industri peer to peer lending disebut memiliki model bisnis serupa dengan bank. Industri pinjol memiliki model bisnis menghimpun dana masyarakat dan menyalurkanya ke debitur.

"Dengan demikian, sudah sepatutnya dipandanng sama dalam hal perlakuan PPN-nya," ujar Ariawan.

Ariawan juga menyoroti potensi dampak pungutan pajak terhadap industri pinjol. Pasalnya, pengguna jasa akan dibebankan pajak tersebut.

"Dalam konteks PMK 69 ini maksud awalnya adalah ingin melakukan upaya ekstensifikasi perpajakan, tetapi jangan sampai malah merusak ekosistem perekonomian kita," ucapnya. kbc10

Bagikan artikel ini: