Kereta Cepat, Mewah tapi Tiketnya Bakal Disubsidi APBN

Selasa, 15 Agustus 2023 | 08:10 WIB ET

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa negara bakal memberikan subsidi tarif atau public service obligation (PSO) untuk tiket Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang bakal segera diresmikan.

Kereta Cepat Jakarta Bandung sendiri merupakan mega proyek yang pembangunannya didanai utang dari China. Sesuai janji awal, KCJB diklaim dikerjakan tanpa campur tangan pemerintah alias business to business (b to b).

Ini karena penggarap proyek ini adalah konsorsium BUMN Indonesia dan China, di mana pemerintah juga tidak memberikan jaminan apa pun atas proyek ini seandainya terjadi masalah.

Belakangan, biaya investasi proyek KCJB membengkak sangat besar. Pemerintah Indonesia dan China kemudian menyepakati angka pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebesar US$1,2 miliar.

Dengan demikian, biaya total proyek yang berlangsung sejak 2016 itu kini mencapai US$7,27 miliar. Bunga yang dipatok China adalah 2 persen per tahun. Nilai setelah pembengkakan ini sejatinya bahkan sudah jauh melampaui investasi dari proposal Jepang melalui JICA yang memberikan tawararan proyek KCJB sebesar US$6,2 miliar dengan bunga 0,1 persen.

Pemerintah kini tengah menegosiasikan pinjaman sebesar US$560 juta dari pihak China untuk menutup pembengkakan tersebut. Agar tak jadi proyek mangkrak, Pemerintah Indonesia juga akhirnya menyuntik dana APBN melalui skema penyertaan modal negara (PMN) PT Kereta Api Indonesia (Persero).

PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebelumnya menyatakan bahwa harga tiket kereta cepat Jakarta Bandung untuk operasi awal akan ditawarkan Rp 250 ribu. Besaran tarif tersebut juga sudah diajukan ke Kementerian Perhubungan.

Apabila menghitung keekonomian dengan investasi yang sudah dikeluarkan, tarif Kereta Cepat Jakarta Bandung sebelumnya rencananya ditetapkan di kisaran Rp 300.000.

Namun untuk menarik masyarakat agar terdorong menggunakan mode transportasi tersebut, pemerintah memutuskan untuk memberikan subsidi pada tiket.

Jokowi menuturkan, subsidi dari APBN untuk PSO tiket Kereta Cepat Jakarta Bandung sangat diperlukan.

"Ada subsidi, baik yang namanya kereta bandara, baik yang namanya Transjakarta, KRL, baik yang namanya kereta api, baik yang namanya LRT, baik yang namanya MRT, baik namanya kereta cepat, semuanya harus ada subsidinya," kata Jokowi.

Jokowi beralasan, akibat masifnya penggunaan kendaraan pribadi, kemacetan di Jabodetabek dan Bandung semakin parah. "Kerugian kita per tahun itu hampir Rp100 triliun karena kemacetan di Jabodetabek dan Bandung," ujar dia.

Menurutnya, kemacetan tersebut harus segara diatasi karena telah merugikan perekonomian Jabodetabek dan Bandung secara signifikan.

Pemerintah melakukan sejumlah upaya untuk mengatasi kemacetan itu, di antaranya, dengan memberikan subsidi agar tiket moda transportasi massal terjangkau. "Bahwa harus ada subsidi ya itu kewajiban pemerintah, kewajiban negara. karena ini bentuk pelayanan terhadap masyarakat," ujarnya.

Rencana negara menggunakan dana APBN untuk menyubsidi tiket Kereta Cepat Jakarta Bandung kembali mengingatkan janji Presiden Jokowi di periode pertama pemerintahannya.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, MPP menerangkan, terlepas dari alasan-alasan teknis yang mungkin mendasari pembengkakan biaya proyek KCJB, dia menilai, penggunaan dana APBN dalam proyek ini seolah menjadi alternatif mudah daripada mencari solusi yang lebih terukur.

"Dari proses pembiayaan yang bermasalah bisa yang menyebabkan pembengkakkan yang membebani APBN, menunjukkan perencanaan dan proses pembuatan kerja sama yang tidak matang dan teliti," tegasnya.

CEO Narasi Institute itu dengan tegas menyebut bahwa beleid subsidi tiket KCJB tidak tepat. Proyek KCJB awalnya diharapkan tidak melibatkan APBN, tetapi kini melibatkan APBN. Tak hanya itu, kehadiran subsidi tiket KCJB akan tambah membebani neraca keuangan negara.

"Itu menunjukkan ketidaksesuaian dalam komitmen dan tindakan. Janji politik adalah fondasi hubungan antara pemimpin dan rakyat," serunya.

Menurutnya, keputusan untuk melibatkan APBN dalam subsidi KCJB merusak integritas janji-janji politik. Tak hanya itu, keterlibatan APBN dalam subsidi ini menambah beban negara lebih dalam sehingga akan mengganggu program-program pemerintah yang lainnya.

Jika dilihat dari harga yang ditetapkan tanpa subsidi, diproyeksikan kemampuan pengembalian modal bisa mencapai 80 tahun. Ini pun rentan dengan tingkat kemampuan manajemen KCJB dalam membiayai pemeliharaan yang tentunya membutuhkan anggaran yang tidak sedikit.

"Jika aspek ini terganggu, tentunya selain mendatangkan ancaman bagi keselamatan, tapi juga menjadi ancaman bagi sustainability operasional KCJB. Perjalanan 80 tahun ini tentunya harus ada biaya pengadaan selama beberapa kali yang menuntut anggaran depresiasi yang cukup," tandas Achmad. kbc10

Bagikan artikel ini: