DPR Cecar Menteri Trenggono soal Ekspor Pasir Laut

Senin, 12 Juni 2023 | 19:57 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Komisi IV DPR mencecar keputusan pemerintah membuka kran ekspor pasir laut dari hasil sedimentasi. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut.

Anggota Komisi IV meminta agar aturan itu ditinjau kembali, dengan meminta masukan dari pemangku kebijakan. Anggota Komisi IV DPR RI Azikin Solthan mengatakan, adanya aturan tersebut membuat para nelayan, masyarakat pesisir, dan pemerhati lingkungan sangat resah dan khawatir lantaran kebijakan itu disinyalir akan melegalkan tambang pasir laut di semua tempat di Indonesia.

"Dalam jangka panjang, hal ini akan berdampak serius pada krisis ekologis wilayah pesisir dan laut," kata Azikin dalam rapat kerja Komisi IV DPR dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta, Senin (12/6/2023).

Azikin khawatir, aturan ini akan menyebabkan turunnya hasil tangkapan nelayan akibat rusaknya ekosistem biota laut. Anggota Komisi IV dari Fraksi PDIP Riezky Aprilia mengingatkan, saat ini Komisi IV tengah memfinalisasi Undang-undang No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Dia berharap, aturan pemerintah itu tak kontraproduktif dengan apa yang sudah dipikirkan oleh anggota komisi IV. "Kalau memang ternyata kontraproduktif harus dipilih karena UU itu marwahnya DPR," ujarnya.

Anggota Komisi IV DPR Slamet mengaku tidak melihat adanya rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang melibatkan publik sehingga menimbulkan kecurigaan. Dia mengatakan, jangan sampai ada penumpang gelap dalam peraturan pemerintah ini. Aturan yang mulai berlaku sejak 15 Mei 2023 mendapat banyak sorotan dari berbagai pihak.

Sebagaimana diketahui, dalam aturan tersebut disampaikan hasil sedimentasi di laut yang bisa dimanfaatkan berupa pasir laut maupun material sedimen lain berupa lumpur.

Nantinya, material tersebut bisa dimanfaatkan untuk beberapa kegiatan. "Pemanfaatan hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan/atau ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," bunyi Pasal 9 ayat (2).

Menjawab cercaan sejumlah anggota Komisi IV DPR ini, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, saat ini banyak sekali pengajuan proyek reklamasi kepadanya. Proyek ini butuh banget yang namanya pasir laut. Inilah yang menjadi cikal bakal dikeluarkannya PP Nomor 26 Tahun 2023.

"Pergilah ke tempat reklamasi dari mana bahannya? Pulau dihajar itu di (Pulau) Rupat disedot pulau tidak bisa seperti itu. Ini merusak lingkungan. Dari mana nih barang (pasir laut untuk reklamasi), ini lah filosofi diterbitkannya," ungkap Trenggono.

Sementara itu menurut dia, Indonesia memiliki banyak sekali sedimentasi laut hasil oseanografi yang harus dikeruk. Apabila ini tidak dilakukan maka akan menganggu alur laut karena dangkal hingga merusak terumbu karang dan padang lamun. "nilah yang kita ambil," imbuhnya.

Trenggono menjelaskan, untuk mengeruk sedimentasi laut juga tak sembarang, perlu kajian mendalam nantinya. Untuk itu, Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) akan membentuk tim kajian yang akan menentukan apakah sedimentasi laut ini bisa dikeruk atau tidak. Tim Kajian ini terdiri dari berbagai instansi sebut saja ESDM, KLHK, hingga LSM dan para pakar lingkungan. "Kemudian alatnya (alat mengeruk sedimentasi laut). Alatnya kita tentukan, alatnya harus disiapkan," sebutnya.

Tidak hanya itu, dengan adanya PP ini negara juga diuntungkan. Negara akan mendapatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari penjualan hasil sedimentasi laut. Padahal sebelumnya, negara tak mendapatkan sepersen pun dari hasil pengerukan pasir laut."Selama ini kebutuhan reklamasi itu 20 miliar kubik dan selama ini gratis. Jadi untuk pendapatan negara kok gak boleh," ujarnya.

Trenggono pun membantah penerbitan PP ini untuk memasok kebutuhan pasir di Singapura. "Nggak adalah ke situ. PP-nya itu kan ekspor apabila kebutuhan dalam negeri sudah dipenuhi. Apabila sesuai dengan peraturan perundang-udangan," pungkasnya.kbc11

Bagikan artikel ini: