Biodiesel dari sawit jadi lokomotif penurunan emisi karbon

Kamis, 25 Mei 2023 | 12:32 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Indonesia memilih sawit sebagai bahan baku utama pemanfaatan biodiesel domestik. Ini sebagai implementasi percepatan energi terbarukan guna memitigasi pengurangan emisi karbon hingga nol persen (gas rumah kaca/GRK) di tahun 2050.

Pasalnya, percampuran bahan bahkar nabati minyak sawit dengan solar ini berhasil menggantikan peran energi fosil di mesin antara 50- 60%. Bahkan, kajian European Commision joint research center menyebutkan, apabila biodiesel diambil dari bahan baku minyak sawit dicampur methane capture (POME) mampu menurunkan emisi sampai 62%.

Kajian tersebut menunjukkan pencampuran biodiesel dari minyak kedelai hanya menurunkan emisi 40%. Sementara biodiesel dari bunga kanola menurunkan emisi sebesar 45%,

Catatan Ditjen EBTKE K ESDM, nilai ekonomi dari implementasi B 30 tahun 2021 berhasil menghemat devisa negara hingga Rp 66,54 triliun. Untuk emisi GRK yang berhasil diturunkan mencapai 25 juta CO2 dari pemanfaatan B30 sebesar 9,3 juta KL.

Di tahun 2022, penurunan emisi pun meningkat menjadi 27,83 juta ton C02. Pencapaian tersebut berasal dari realisasi pemanfaatan biodiesel sebesar 10,44 juta kiloliter (KL). Adapun devisa negara yang berhasil dihemat mencapai Rp 122,64 triliun.

"Bahkan tanaman sawit  mempunyai kemampuan menyerap karbondioksida (CO2) jauh lebih besar dibandingkan tanaman lainnya seperti bunga matahari dan tanaman kanola," ujar Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (EBTKE KESDM) Dadan Kusdiana dalam webinar Forwatan di Jakarta, Rabu (24/5/2023).

Melalui fotosintesa tanaman,C02 yang ada di bumi diserap tanaman.Kemudian melalui proses metabolisme,C02 dipecah menjadi karbon dan oksigen.Karbon kemudian diproses dan dirubah menjadi tubuh tanaman (akar,batang dan daun). Mengutip riset Balai Penelitan Kehutan dan Hasil Hutan, tanaman sawit mampu menyerap CO2 sebesar 25 ton per hektare (ha).

Padahal, tanaman lain hanya 6 ton per ha. Karena itu, Dadan menegaskan biodiesel berbahan baku sawit menjadi salah satu sumber energi transisi dalam peningkatan energi terbarukan di Indonesia. Pemerintah memiliki target bauran energi baru terbarukan (EBT) mencapai 23% pada 2025. Sampai akhir 2020, capaiannya sebesar 12,3%.

Dari capaian tersebut, bioenergi berkontribusi sekitar 5,7%. Itu menjadikan bioenergi sebagai EBT dengan kontribusi tertinggi, diikuti panas bumi sebesar 1,9%. Kontribusi sumber bioenergi berasal dari pemanfaatan biodiesel dan pembangkit berbasis bioenergi.

Data Direktorat Bioenergi menyebutkan, biodiesel lewat penerapan B30 mengambil porsi 35% dari total 12,3% bauran EBT nasional. "Mulai tahun ini pencampuran sawit kita tingkatkan menjadi 35% dan solar dikurangi menjadi 65% (B35 red)," terangnya.

Selain bahan bakar, Indonesia akan meningkatkan pemanfaatan produk sawit sebagai sumber energi terbarukan, khususnya pembangkit listrik berbahan baku limbah cair dan limbah padat untuk biomassa. Dadan menjelaskan, saat ini terdapat lebih sekitar 800 pabrik kelapa sawit yang memanfaatkan limbah untuk menghasilkan energi listrik.

Menurut Dadan, kapasitas daya listrik EBT dari pembangkit listrik berbasis limbah sawit mencapai 874,57 MW. Saat ini sudah ada 874,57 megawatt yang dihasilkan dari pembangkit listrik berbasis limbah sawit. Dadan optimis kapasitas daya akan terus bertambah ke depannya.

Subkoordinator Ditjen Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian Dwimas Suryanata mengatakan, pihaknya terus mendorong agar pelaku usaha dan petani mengantongi sertifikasi ISPO. Dengan cara itu, usaha perkebunan yang dijalani taat dengan sejumlah ketentuan. Gilirannya hal itu akan meningkatkan posisi tawar dan penerimaan pasar  terutama di pasar global.kbc11

Bagikan artikel ini: