Kasus pembobolan rekening BCA, pakar hukum UI: Ada kelalaian, gugatan korban kurang tepat

Kamis, 26 Januari 2023 | 17:37 WIB ET

SURABAYA, kabarbisnis.com: Kasus pembobolan rekening tabungan PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA milik Muin Zachry senilai Rp 320 juta masih ramai diperbincangkan hingga kini. Padahal peristiwa pembobolan rekening terjadi sudah sejak awal Agustus tahun 2022 lalu. Kasus itu sendiri kini tengah dalam proses persidangan.

Menurut pakar hukum ekonomi Universitas Indonesia (UI) Arman Nefi, rencana korban pembobolan rekening BCA untuk menggugat pihak bank tidaklah tepat. Dia menyarankan korban fokus mengejar tindak kejahatan pelaku, dalam hal ini pencurian data nasabah bank. Mengingat dalam fakta persidangan terungkap faktor kelalaian korban yang akhirnya dimanfaatkan pelaku.

Sebelumnya, Muin selaku korban melalui kuasa hukumnya berencana melaporkan BCA secara pidana dan perdata.

Arman Nefi berpendapat, pada kasus ini pelaku memiliki niat jahat sejak awal untuk mengambil uang di rekening korban. Itu sebabnya Arman menilai semua pihak perlu mengikuti proses persidangan yang masih berjalan hingga selesai, apakah ada unsur kelalaian korban sehingga data-data rahasia perbankan korban bisa diketahui oleh pelaku.

"Kasusnya didalami agar jelas duduk perkaranya, siapa berbuat apa dan bertanggung jawab atas apa?" ujar Arman dalam keterangannya, Kamis (26/1/2023).

Sidang pemeriksaan terdakwa sendiri telah berlangsung pada Selasa (24/1/2023), dengan terdakwa Mohammad Thoha atau Thoha. Dia menjadi terdakwa atas laporan hukum dari korban yang bernama Muin Zachry atau Muin.

Peristiwa bermula saat Thoha menjadi penghuni dari tempat kos milik sang korban, Muin. Niat jahat Thoha muncul ketika Muin menyampaikan secara langsung bahwa dirinya memiliki uang ratusan juta rupiah di rekening BCA dari hasil menjual rumah. Bahkan dia juga menyebut dirinya sempat diajak korban untuk berbisnis bersama.

Informasi tersebut ternyata menjadi kesempatan, membuka pintu bagi niat jahat Thoha. Dia mulai mencari seseorang dengan sosok yang menyerupai Muin. Setelah melewati proses pencarian, pilihan sosok yang dia cari jatuh kepada Setu, seorang tukang becak yang tidak dia kenal sebelumnya. Merasa perawakannya sangat mirip dengan korban, Thoha melatih Setu agar mengikuti rencananya untuk mencairkan uang Muin di kantor cabang BCA.

Akal bulus Thoha berlanjut pada 5 Agustus 2022 dengan mencuri KTP, buku tabungan, dan kartu ATM dari rumah Muin yang ditinggalkan tak terkunci saat sang korban pergi salat Jumat.

Kedekatan Thoha dan korban membuat Thoha tampaknya sudah memahami waktu kepergian dan lokasi penyimpanan dokumen-dokumen rahasia milik Muin.

Pada hari yang sama, Thoha menghubungi Setu untuk berangkat ke kantor cabang BCA untuk menguras uang Muin sebesar Rp320 juta. Selesai melancarkan aksinya, Thoha mengambil ponsel Setu dan menyerahkan Rp5 juta sebagai kompensasi. Lantas Thoha kabur menggunakan bus kota.

Pihak BCA sendiri sudah menjelaskan bahwa tindakan teller mereka sudah sesuai prosedur. Adapun prosedur dalam mencairkan uang tunai di teller adalah dengan membawa kartu identitas SIM/KTP, buku tabungan BCA, nomor PIN, mengisi formulir dengan tanda tangan asli, serta nasabah tak boleh diwakili siapa pun. Rencana licik Thoha berhasil memenuhi persyaratan itu semua.

Terkait pengakuan Thoha di persidangan tersebut, Arman menilai unsur kelalaian dari korban semakin tinggi. Kendati demikian, Arman menyebut, semua pihak harus menahan diri hingga perkara ini selesai terlebih dahulu sehingga siapa saja yang bertanggung jawab bisa terlihat jelas. Dia pun berpesan supaya masyarakat lebih berfokus pada upaya-upaya untuk menjaga kerahasiaan data perbankan.

"Diharapkan putusan hakim memerintahkan pelaku untuk mengembalikan uang korban yang 'dicuri' tanpa menghilangkan perbuatan pidananya yang juga harus dihukum sesuai ketentuan yang berlaku," pungkas Arman.

Saat ini kasus pencurian rekening Muin oleh Thoha masih berada dalam proses persidangan di PN Surabaya. Aksi pidana Thoha dan Setu terancam dijerat dengan Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama tujuh tahun. kbc7

Bagikan artikel ini: