Awas! Harga pangan di 4 negara Asia ini diprediksi meroket pada semester II

Kamis, 14 Juli 2022 | 09:27 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mengungkapkan bahwa harga pangan di seluruh dunia telah mengalami penurunan dalam tiga bulan berturut-turut, tetapi harga masih berada di dekat level tertinggi dalam sejarah di bulan Maret 2022.

Dilansir dari CNBC International, Selasa (12/7/2022) seorang ekonom di Nomura mengatakan Asia belum melihat puncak kenaikan harga pangan, yang kemungkinan akan terjadi selama kuartal Juli hingga September.

Sonal Varma, kepala ekonom untuk India dan Asia di Nomura mengatakan bahwa perubahan harga pangan di Asia cenderung tertinggal dari pergerakan global karena pemerintah menerapkan subsidi dan kendali harga.

Indeks harga pangan FAO, yang melacak perubahan bulanan dalam harga pangan global, menunjukkan penurunan 2,3 persen pada Juni 2022 dibandingkan dengan bulan lalu.

Itu dipimpin oleh penurunan harga internasional untuk minyak nabati, sereal dan gula, tetapi masih 23,1 persen lebih tinggi dari harga tahun lalu.

Menurut Nomura, negara-negara di Asia seperti Singapura, Korea Selatan, Filipina, dan India kemungkinan akan mengalami kenaikan harga pangan tertinggi pada paruh kedua tahun ini.

Dalam sebuah catatan yang diterbitkan pada Juni 2022, Varma dan timnya membeberkan impor pangan bersih menyumbang lebih dari 2 persen dari produk domestik bruto Filipina, tertinggi kedua di Asia (di luar Jepang) setelah Hong Kong.

Makanan juga menguasai pangsa yang tinggi hampir 35 persen dari keranjang indeks harga konsumen negara itu.

Korea Selatan dan Singapura juga disebut berisiko karena mereka sangat bergantung pada impor pangan.

Selain itu, gelombang panas, tertundanya musim hujan, dan kenaikan harga bahan makanan lain seperti daging dan telur di India kemungkinan akan mendorong harga naik di negara itu.

Alih-alih memberlakukan larangan ekspor, Varma menyatakan baiknya mengeluarkan "bentuk dukungan fiskal yang ditargetkan" untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah pada saat ini.

"Rumah tangga berpenghasilan rendah biasanya menghabiskan sebagian besar konsumsi mereka untuk makanan, jadi lebih penting untuk melindungi mereka," katanya.

 

Indeks harga pangan global versi FAO menunjukkan, harga sereal, yang merupakan kategori gandum turun 4,1 persen pada bulan Juni dibandingkan dengan Mei, tetapi masih 27,6 persen lebih tinggi dari tahun lalu.

Harga gandum juga turun 5,7 persen pada bulan Juni, tetapi masih lebih tinggi sebesar 48,5 persen dibandingkan tahun lalu karena perang Rusia-Ukraina.

Diketahui bahwa Rusia dan Ukraina bersama-sama menyumbang 28,47 persen dari ekspor gandum global pada tahun 2020, menurut Observatory of Economic Complexity.

Catatan indeks harga FAO juga mencatat bahwa harga daging mencapai rekor tertinggi di bulan Juni, naik 1,7 persen dari Mei dan lebih tinggi 12,7 persen dari tahun lalu, karena pasokan terus dibatasi oleh perang.

Wabah flu burung di sejumlah negara juga berdampak pada harga daging.

Produk susu 4,1 persen lebih mahal dari bulann Mei, dan 24,9 persen lebih mahal dari Juni tahun lalu. Harga keju juga naik paling tinggi, didorong oleh penimbunan dan gelombang panas di Eropa, kata FAO.

"Ini termasuk permintaan global yang kuat, cuaca buruk di beberapa negara besar, biaya produksi dan transportasi yang tinggi, dan gangguan rantai pasokan akibat Covid-19, ditambah dengan ketidakpastian yang berasal dari perang yang sedang berlangsung di Ukraina," kata kepala ekonom FAO Maximo Torero Cullen, dalam sebuah pernyataan.

"Permintaan untuk beberapa produk ini relatif tidak elastis," kata Varma, seraya menambahkan bahwa resesi tidak akan menyebabkan penurunan harga secara material. kbc10

Bagikan artikel ini: