Anggaran kian menyusut, konsistensi jaga ketahanan pangan dipertanyakan

Rabu, 17 November 2021 | 10:39 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menyesalkan kebijakan anggaran pemerintah yang setiap tahun alokasi untuk tanaman pangan selalu menurun. Hal ini mengakibatkan turunnya produktivitas tanaman pangan, terutama padi dan jagung.

"Untuk itu, saya mendesak pemerintah agar ada kebijakan berupa tambahan anggaran terutama untuk komoditas strategis seperti padi dan jagung," tegas Johan, Jakarta, Selasa (16/11/2021).

Johan menilai, pemerintah tidak konsisten tentang narasi pentingnya ketahanan pangan nasional. Narasi tersebut hanya ada dalam program, namun tidak disertai dengan dukungan anggaran yang memadai.

Dia merinci, sejak 2019 hingga 2022 nanti, anggaran Ditjen Tanaman pangan terus mengalami penurunan. Dari Rp 5,9 triliun pada 2019; kemudian turun menjadi Rp 4,7 Triliun pada 2020; turun lagi menjadi Rp 3,6 triliun pada 2021 ini; serta turun drastis pada 2022 mendatang yaitu hanya sebesar Rp 2,1 triliun.

"Saya menyesalkan pola anggaran seperti ini karena tanaman pangan merupakan subsektor esensial yang membutuhkan support anggaran, agar produktivitasnya terjaga demi ketahanan pangan nasional," ujar Johan.

Legislator dari F-PKS ini memberi kritik tajam karena pemerintah tidak konsisten dari sisi perencanaan program dan perencanaan anggaran. Lantas, dia menyoroti indikator pangan dan pertanian pada RPJMN 2020-2024.

Di dalamnya telah dijelaskan, bahwa setiap tahun harus ada capaian indikator peningkatan ketersediaan pangan hasil pertanian dan pangan secara berkelanjutan. Begitu pula peningkatan kualitas konsumsi, peningkatan produktivitas pangan dan kesejahteraan petani. "Namun, perencanaan RPJMN tersebut tidak diwujudkan dengan politik anggaran yang berpihak pada tanaman pangan," urai Johan.

Johan menjelaskan, konsekuensi dari rendahnya alokasi anggaran tanaman pangan dibanding beberapa tahun sebelumnya, pasti berdampak pada rendahnya capaian produksi tanaman pangan dibanding tahun sebelumnya. Contohnya, kegiatan indeks pertanaman padi yang pada 2021 volumenya sebesar 2,2 juta hektare, akan menurun drastis pada 2022 mendatang yang diprediksi hanya berkisar 1,06 juta hektare. "Demikian juga dengan volume produksi jagung pasti akan mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya," jelasnya.

Johan menuturkan, dengan alokasi anggaran yang rendah maka target capaian pun akan diturunkan, sesuai dengan kapasitas anggaran. Semestinya, pemerintah menjadikan tanaman pangan sebagai prioritas, agar cita-cita kemandirian pangan bisa segera terwujud dengan keseriusan dukungan anggaran.

Dia berharap, pemerintah memberikan kebijakan penambahan alokasi anggaran untuk tanaman pangan.

"Ini sangat penting demi cita-cita kedaulatan pangan nasional agar sebagai negara agraris kita bisa berdaulat, karena mampu melakukan swasembada pangan dan tidak selalu bergantung dengan impor," sebutnya.

Selanjutnya, dia berharap pemerintah memiliki sikap dan komitmen untuk mewujudkan ketahanan pangan berbasis produksi tanaman pangan. Untuk mewujudkan swasembada pangan karena Indonesia adalah negeri subur dan memiliki lahan pertanian luas.

"Saya mendorong pemerintah berani memberikan jaminan kualitas benih, stok pupuk yang cukup, bantuan pestisida dan alsintan. Serta menggalakkan infrastruktur irigasi dan perbaikan lahan, memperkuat penanganan panen dan pasca panen, hingga membuka pasar yang menguntungkan petani, demi kesejahteraan petani Indonesia," kata dia.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Anggia Erma Rini mengatakann, Komisi IV DPR RI meminta klarifikasi beberapa program dan kegiatan yang sudah disusun pemerintah tetapi belum terlihat rencana capaiannya, baik output maupun outcome-nya. Sehingga perlu untuk merancang ulang menjadi lebih fokus dan terukur.

Beberapa hal yang menjadi perhatian serta membutuhkan penjelasan lebih detil dan komprehensif. Antara lain program prasarana bidang pertanian, kehutanan lingkungan hidup (Rp 500 miliar); fasilitasi pengembangan pertanian terpadu (Rp 200 miliar);hingga prasarana pengembangan kawasan food estate.

"Padahal Komisi IV DPR RI kurang menyetujui kegiatan food estate karena dinilai belum jelas output-nya, harus dievaluasi apabila berdampak pada kerugian negara. Butuh klarifikasi dan butuh penjelasan yang lebih detil tentang ini," ujar Anggia.

Komisi IV DPR RI, tambahnya, menerima pengaduan masih terdapat beberapa permasalahan dalam kegiatan bantuan benih dan bibit. Benih dan bibit yang diberikan kurang berkualitas, dan spesifikasi tidak sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat.

Padahal, keduanya merupakan faktor produksi yang penting dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas. Soal bibit, dirinya berujar, seringkali yang diminta masyarakat dengan yang diberikan oleh pemerintah tidak sesuai.

"Karenanya mohon agar hal ini diperhatikan. Komisi IV DPR RI berulang kali meminta pelaksanaan kegiatan yang bersentuhan langsung dengan petani harus benar dicermati. Sesuai dengan kebutuhan di daerah serta berkualitas dan bermutu," kata Anggia.kbc11

Bagikan artikel ini: