Tanri Abeng usul DPR dilibatkan seleksi dirut-komisaris BUMN, ini kata DPR

Jum'at, 8 Oktober 2021 | 09:58 WIB ET
Mufti Anam
Mufti Anam

JAKARTA – Anggota Komis VI DPR RI yang membidangi BUMN, Mufti Anam, menilai wacana yang dilontarkan mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Tanri Abeng, terkait DPR perlu dilibatkan dalam proses seleksi calon pemimpin BUMN menarik untuk didiskusikan.

”Saya kira itu menarik untuk didiskusikan, bagaimana kita melembagakan proses seleksi pemimpin-pemimpin BUMN dengan profesional, dengan indikator yang jelas, sehingga ke depan ini menjadi pattern yang ditaati semua stakeholder, bukan karena akomodasi kepentingan politik,” ujar Mufti Anam saat dihubungi, Kamis (7/10/2021).

Sebelumnya, Tanri Abeng mengusulkan adanya perubahan mekanisme pengangkatan direksi dan komisaris BUMN dalam Rancangan Undang-undang (RUU) BUMN yang kini sedang dibahas DPR. Tanri menilai, DPR perlu dilibatkan dalam proses seleksi direksi-komisaris sebelum disahkan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) BUMN.

Selama ini, menurut Tanri, pengangkatan pemimpin perusahaan pelat merah menjadi wewenang penuh Menteri BUMN selaku pemegang saham perseroan. Padahal, posisi Menteri BUMN merupakan posisi politis. Akibatnya, pengangkatan pimpinan BUMN kerap tidak terlepas dari potensi intervensi politik tanpa koridor yang jelas.

Mufti menyebut pelibatan DPR dalam proses seleksi calon pimpinan BUMNN akan memberikan dua manfaat. Pertama, akan ada koridor atau aturan main yang jelas. 

”Benar bahwa DPR adalah lembaga politik, tetapi semuanya terlembaga dan dibikin transparan, total terbuka. Rapat seleksi terbuka, disiarkan Youtube. Nanti bisa disusun kriteria calon pimpinan BUMN. Bahkan bisa dikluster jenis industri BUMN-nya, nilai strategisnya, dan sebagainya. Ini yang membedakan penunjukan oleh menteri yang juga adalah jabatan politik, dengan DPR yang juga jabatan politik,” jelasnya.

Kedua, mewujudkan kepastian manajemen. Selama ini, kata Mufti, kerap terjadi bongkar-pasang di tubuh BUMN, baik untuk direksi maupun komisaris. Beberapa direksi BUMN sempat ”curhat” ke Mufti bahwa kriteria bongkar-pasang terkadang membingungkan.

”Jadi ada yang kinerjanya baik-baik saja, tiba-tiba diganti di tengah jalan. Dengan proses seleksi yang terlembagakan melalui berbagai rangkaian, termasuk DPR, ini akan mewujudkan kepastian manajemen. Sehingga orang bekerja dengan tenang, fokus, bukan sibuk lobi dan menservis pihak tertentu agar tetap dipertahankan sebagai direksi atau komisaris,” paparnya.

Kendati menurut Mufti proses seleksi dengan melibatkan DPR membawa manfaat, dia tetap meminta ada pembatasan serta kontrol ketat. ”Yang utama jelas bahwa di DPR hanya semacam tim evaluasi atau tim seleksi. Keputusan tentu ada di tangan Menteri BUMN,” ujarnya. 

Selain itu, DPR bisa melibatkan stakeholder dalam proses seleksi untuk memberikan usulan sehingga calon pimpinan BUMN benar-benar kompeten dan memahami jenis industri yang akan dikelolanya.

”Tentu semua harus terlembaga, ada batasan-batasan waktu, ada transparansi, dan tidak boleh berliku-liku untuk memastikan proses seleksi berjalan cepat serta tidak mengurangi fleksibilitas BUMN dalam memainkan perannya di dunia usaha yang memang sangat dinamis,” pungkasnya.

Bagikan artikel ini: