Hadirkan mikroorganisme hindarkan tanaman padi dari risiko puso

Kamis, 7 Oktober 2021 | 21:16 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Penggunaan mikroba perombak bahan organik ternyata mampu menyelamatkan pertanaman petani dari potensi kegagalan panen (puso). Peranan biopestisida terbukti berhasil menghalau serangan organisme peganggu tanaman (OPT) khususnya hama wereng batang coklat (WBC).

"Awalnya saya juga ragu merekomendasikan petani menggunakan bio pestisida.Jika pertanaman mengalami puso, petani akan rugi secara finansial dan kapok menggunakan bio pestisida .Nama saya juga menjadi pertaruhan," ujar

Kepala Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Pengelolaan Pertanian Dinas Pertanian Jawa Barat Muchammad Anwar ketika melaporkan kegiatan demplot penerapan teknologi Bio Presisi pada pertanaman padi di Subang, Jawa Barat,Kamis (7/10/2021).

Keraguan Anwar ini cukup beralasan. Masifnya penggunaan pestisida kimia sudah mengakar dalam pikiran para petani lebih dari empat dekade. Hal ini tidak terlepas dari target pemerintah untuk pengamanan dan pencapaian produksi hasil pertanian padi nasional. Apalagi petani kerap diimingi imingi hadiah apabila tetap loyal menggunakan pestisida kimia. Padahal faktanya pemakaian secara tidak bertanggungjawab akan berisiko terganggunya keseimbangan ekologi karena matinya musuh alami serta menjadi residu pada padi yang dihasilkan.

"Ketika menyemprotkan pestisida petani menggunakan sistem Kalendar. Setiap pekan atau sepuluh hari sekali. Cenderung berlebihan," terangnya.

Namun, setelah lebih dari tiga bulan uji coba pertanaman padi milik Suwari seluas 1,3 hektare (ha) di Desa Rawameneng, Kecamatan Blanakan ,Subang, Jawa Barat yang menerapkan teknologi bio presisi ini keraguannya mampu ditepis.

Hadir dalam kesempatan tersebut Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) University Dr.Ir Sugiyanta, Wakil Dekan IPB University Dr.Ir Suryo Wiyono dan sejumlah kelompok tani.

Uji coba pertanaman presisi tanpa menggunakan pestisida organik ini dimulai tanggal 23 Agustus dengan membagi dua pematang lahan dengan proporsi sama yakni menggunakan benih padi Inpari 32 dan IPB 3 S.

Dengan produk bio pestisida dari PT Prima Agro Tech (PAT) menggunakan Metarizep mampu mengendalikan WBC ketika usia pertanaman menginjak 20 hari. Adapun penyemprotan biospestisda cukup dua kali, berbeda dengan aplikasi pestisida kimia yang minimal tiga kali.

"Alhamdulillah ,setelah pertanaman padai sudah berusia 67 hari tidak ada gangguan sama sekali WBC. Ini bukan teori,bisa dibuktikan secara akademis bahwa penggunaan pestisida nabati yang ramah lingkungan sesuai fakta dilapangan," terang dia.

Namun, untuk aplikasi BT Plus yang ditujukkan untuk pengelendalian hama penggerek batang padi, diakui masih ditemui. Namun menurutnya populasi tidak melebihi 10% sehingga tidak berpotensi merusak tanaman padi. Menurutnya petani juga diuntungkan dengan menghemat lebih 50% lebih rendah ketimbang menggunakan pestisida kimia. "Harganya lebih mahal, tiga kali lipat dari harga pestisida nabati," kata Anwar.

Sementara dari demplot tersebut menunjukkan penampakan usia varietas benih IPB 3S lebih pendek antara 10-15 hari dibandingkan varietas Inpari 32. Untuk warna butiaran benih lebih dahulu menguning. Benih IPB 3S juga dimungkinkan ditanam di lahan sub marginal guna mengejar ketertinggalan waktu tanam. Namun untuk lahan air yang memiliki debit air, potensi indeks penamanam tiga kali tanam per tahunnya.

Selain penerapan biopestisida, Dhini Yuliyantika Rosmawati, Research & Development Manager PT PAT mengatakan pihaknya juga memberikan edukasi formula pupuk yang efisien dan tepat di Kecamatan Blanak, Subang. Kata kuncinya adalah terobosan optimalisasi dan efisiensi komposisi penggunaan pupuk sesuai kharakteristik varietas benih.

Menurutnya, kecenderungan penggunaan pupuk urea mencapai 900 kilogram (kg)/hektare (ha). Dengan teknologi bio presisi, penggunaanya dapat dihemat hingga 325 kg/ha. "Untuk percobaan awal ada empat perlakuan kombinasi pupuk," ujar Dhini seraya menambahkan pihaknya masih mempertimbangkan kegiatan demplot dilakukan hingga tiga kali musim tanam.

Dr. Sugiyanta mengatakan, teknologi bio presisi sederhanya dapat diartikan ‘memupuk pabrik pupuk’. Dengan mikroorganisme akan mengoptimalkan peran urea di tanah,bukan memuai di udara yang dapat merusak lingkungan.

"Sekaligus menjadi pabrik pestisida. Penelitian ini sudah lama. Inovasi ini kita harapkan dapat dikawal para penyuluh dapat menerapkan budidaya pertanaman yang ramah lingkungan," pungkasnya.kbc11

Bagikan artikel ini: