Penghentian ekspor gas di tahun 2035 masih sulit direalisasikan, mengapa?

Kamis, 2 September 2021 | 17:35 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Pemerintah masih perlu menggenjot konsumsi gas dari dalam negeri sebelum rencana penghentian ekspor gas direalisasikan pada tahun 2035.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan gas bumi memang jadi rencananya dijadikan sebagai alternatif menuju transisi energi. Hanya saja kenyatannya serapan gas domestik belum menunjukkan perbaikan. Di sisi lain pemerintah telah memiliki target produksi gas pada tahun 2030 sebesar 12.000 juta kaki kubik per hari (MMscfd).

Jika target tersebut mau dicapai sementara konsumsi gas dalam negeri tidak meningkat maka mencari pembeli gas dari luar negeri tidak bisa dihindari. "Sulit sekali untuk mengatakan 2035 larangan ekspor jika kita tidak bisa menciptakan pasar di dalam negeri," kata Satya disela panel diskusi IPA Convex 2021, Kamis (2/9/2021).

Satya menyatakan, saat ini DEN dan bersama beberapa Kementerian tengah membahas rencana revisi Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang ditetapkan pada 2017 lalu sudah tidak relevan dengan kondisi ekonomi saat ini. Dengan adanya kondisi saat ini, menurut Satya, sudah banyak demand gas domestik yang harus dipenuhi namun untuk menyerap target produksi gas sebesar 12.000 MMscfd di 2030 juga harus diimbangi dengan adanya serapan dari pasar domestik dengan penciptaan pasar-pasar baru.

"Ini strategi jangka panjang yang harus dimulai dari sekarang. Saat kita membentuk RUEN maka itu berbasis pada asumsi pertumbuhan ekonomi 7-8% tanpa mempertimbangkan adanya pandemi dan pertumbuhan ekonomi dan ini berdampak pada ekonomi," terang Satya.

Menurut Satya, DEN dan pemerintah tetap berupaya untuk mendorong permintaan gas domestik serta peningkatan produksi gas dengan memberikan berbagai insentif. Adanya pandemi Covid-19 memang di luar perkiraan pemerintah, namun dengan vaksinasi yang terus berjalan, pertumbuhan ekonomi dan permintaan gas diharapkan kembali tumbuh. Di dalam RUEN, diharapkan tidak ada lagi ekspor gas pada 2035. Jika pasar gas domestik tidak tumbuh, hal tersebut bakal sulit tercapai.

"Ini menjadi isu utama yang sedang didiskusikan DEN dengan tujuh menteri termasuk Bappenas dan Kementerian Keuangan, apa kebijakan yang tepat untuk dilakukan. Kalau suplainya ada di situ dan demand-nya enggak terlalu bagus, ada potensi ekspor gas," jelas Satya.

Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Budiman Parhusip mengatakan, konsumen menjadi komponen utama dalam pengembangan lapangan gas. Kontraktor dapat memetakan perencanaan pengembangan maupun rencana eksplorasi lebih lanjut. Menurut Budiman, pemerintah memang jadi kunci guna menciptakan pasar konsumen gas dalam negeri.

"Jadi stakeholder harus terus menerus melihat apakah mungkin ada regulasi yang perlu dirubah yang untuk bisa mengakselerasi pengembangan-pengembangan kedepannya," kata Budiman.

Dia menuturkan, dalam mengejar target produksi gasseluruh pihak terkait perlu melihat potensi-potensi pasar gas di Indonesia. Salah satunya, apakah pasar gas dalam negeri dapat menyerap produksi gas sebesar target tersebut. "Indikasi market domestik dan ekspor sangat penting untuk rencana pengembangan dan eksplorasi. Kalau pasar ini ambigu atau abu-abu, maka rencana eksplorasi bisa terganggu," pungkas Budiman.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto mengatakan sesuai dengan Pasal 8 ayat 1 pada Undang-Undang Nomor 22/2021 tentang Minyak dan Gas Bumi disebutkan pemerintah memberikan prioritas terhadap pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri. "Adapun di 2036 bahwa kita sudah akan menghentikan ekspor gas. Kita manfaatkan di dalam negeri sebagai transisi energi menggunakan gas," katanya.

Djoko menuturkan, rencana penghentian ekspor gas juga telah dicanangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70/2014 yang telah mengubah paradigma pemanfaatan sektor energi dari sebagai sumber negara menjadi pendorong pembangunan ekonomi nasional.kbc11

Bagikan artikel ini: