Asing bisa kempit 85 persen saham perusahaan pembayaran di Indonesia

Kamis, 15 Juli 2021 | 20:01 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Bank Indonesia (BI) memastikan bahwa setiap perusahaan penyedia jasa pembayaran (PJP) asing yang beroperasi di Indonesia wajib terlebih dahulu mengurus izin di bank sentral Indonesia.

Kemudian, PJP asal luar negeri tersebut juga harus memiliki izin dari negara asalnya untuk menjalankan usahanya. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 22/23/PBI/2020 tentang Sistem Pembayaran (SP).

"Artinya, (PJP) dari luar negeri harus punya izin dan dia juga harus punya izin di tempat asalnya sebagai PIP ataupun PJP. Jadi, nggak bisa kalau dia nggak punya keahlian terus ke sini tanpa keahlian mau berbisnis itu," kata Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Filianingsih Hendarta dalam konferensi pers virtual, Rabu (14/7/2021).

Dia menambahkan, regulasi anyar tersebut juga memperbolehkan investor asing memiliki saham perusahaan pembayaran hingga 85 persen. Alasannya, BI sadar bahwa kebutuhan dana untuk pengembangan inovasi digital oleh perusahaan pembayaran tidak sedikit.

"Bahwa bicara digitalisasi itu perlu inovasi, dan inovasi perlu pendanaan untuk bisa besar. Sementara kita lihat pendanaan dalam negeri juga terbatas, jadi boleh (kepemilikan asing) sampai 85 persen," tekannya.

Meski begitu, BI tetap membatasi asing untuk pengendaliannya. Di mana porsi asing hanya maksimal 49 persen saja. Sehingga, 51 persennya dialokasikan untuk domestik.

"Jadi, pengendalian asing hanya sampai 49 persen. 51 persennya harus domestik," pungkasnya. kbc10

Bagikan artikel ini: