Terlilit utang Rp70 triliun, ini yang akan dilakukan manajemen Garuda Indonesia

Senin, 24 Mei 2021 | 11:42 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia, tengah mengalami kondisi keuangan yang tidak sehat.

Seperti dilansir Bloomberg, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengatakan, bahwa Garuda memiliki utang sekitar Rp70 triliun atau setara US$4,9 miliar.

Angka tersebut meningkat sekitar Rp1 triliun setiap bulan karena terus menunda pembayaran kepada pemasok. Perusahaan memiliki arus kas negatif dan utang minus Rp41 triliun.

Kegagalan menjalankan program restrukturisasi "Dapat mengakibatkan perusahaan dihentikan secara tiba-tiba," jelas Irfan seperti dilansir Bloomberg, Minggu (23/5/2021).

Diketahui, volume penumpang Grup Garuda mengalami penurunan 66 persen tahun lalu karena pembatasan dan permintaan domestik yang terbatas.

Pada pertengahan 2020, maskapai juga telah mencuti sekitar 825 staf setelah sebelumnya memotong gaji.

Garuda Indonesia berpotensi mengurangi jumlah pesawat yang dioperasikan menjadi kurang dari setengah armada utamanya.

Irfan Setiaputra mengatakan, hal tersebut dilakukan untuk bertahan dari krisis yang ditimbulkan oleh danpak pandemi. "Kami harus melalui restrukturisasi yang komprehensif," jelas Irfan Setiaputra.

"Kami memiliki 142 pesawat dan perhitungan awal kami tentang bagaimana kami melihat pemulihan ini telah berjalan, kami akan beroperasi dengan jumlah pesawat tidak lebih dari 70," sambungnya.

Diketahui, pernyataan tersebut merujuk pada armada maskapai Garuda Indonesia. Namun tidak termasuk di unit usaha maskapai bertarif rendah, yakni Citilink.

Krisis Covid-19 telah memaksa puluhan maskapai penerbangan dan bisnis penerbangan lainnya termasuk Thai Airways International Pcl, Latam Airlines Group SA dan lessor AeroCentury Corp. untuk merestrukturisasi atau mencari perlindungan kebangkrutan.

Sementara perjalanan udara di beberapa negara mulai pulih saat peluncuran vaksinasi semakin cepat, kembali ke tingkat lalu lintas sebelum pandemi masih membutuhkan waktu bertahun-tahun karena virus bermutasi dan pemerintah mengambil pendekatan berbeda untuk membuka perbatasan. 

Asosiasi Transportasi Udara Internasional telah memperingatkan operator secara global akan kehilangan sekitar US$48 miliar pada tahun 2021 di tengah kemunduran dalam memulai kembali perjalanan. kbc10

Bagikan artikel ini: