Harga gas bumi US$6 bisa kurangi subsidi listrik

Kamis, 14 Januari 2021 | 23:13 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Kebijakan Pemerintah menetapkan harga gas bumi untuk kelistrikan sebesar US$6 per mmbtu, mengurangi anggaran belanja untuk subsidi listrik pada 2020. Diperkirakan, subsidi listrik dapat ditekan hingga Rp 51,84 triliun, di bawah pagu APBN sebesar Rp 54,79 triliun.

Dirjen Ketenagalistrikan Rida Mulyana menuturkan penghematan subsidi tersebut akibat penurunan Biaya Pokok Penyediaan atau BPP tenaga listrik, yang awalnya ditetapkan Rp 359,03 triliun, menjadi hanya Rp 317,12 triliun. Sebagian besar penghematan diperoleh dari biaya bahan bakar yang berkurang, akibat penurunan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price dan ketetapan harga gas bumi untuk kelistrikan.

Harga ICP pada asumsi APBN tahun 2020 adalah sebesar US$63 per barel. Belakangan, ICP turun menjadi US$35 per barel. Sementara, harga gas bumi yang sebelumnya ditetapkan secara business to bussiness antara PLN dengan produser gas yang diasumsikan seharga US$8,39 per mmbtu, ditetapkan batas atasnya menjadi US$6,30 per mmbtu.

"Akibat penurunan ICP dan juga capping harga gas bumi, secara overall maka BPP-nya juga turun hampir mencapai Rp 42 triliun atau 11,7%. Yang menarik untuk dicermati adalah biaya bahan bakar sebesar Rp 146,67 triliun turun Rp 37,51 triliun, menjadi Rp 109,16 triliun," ujar Rida di Jakarta, Kamis (14/1/2020).

Rida menjelaskan, kontribusi penurunan harga gas bumi untuk kelistrikan, mencapai sekitar Rp 14 triliun atau 37% dari penghematan biaya bahan bakar BPP tenaga listrik. Angka tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah juga berpengaruh besar terhadap penghematan anggaran belanja negara.

"Itu besar sekali, akibatnya subsidi juga bisa kita tekan. Ini salah satu langkah, bagaimana suatu kebijakan mampu untuk menghemat belanja negara. Dalam hal ini menurunkan subsidi listrik dengan cara melakukan efisiensi di BPP tenaga listrik yang dikelola PLN," terang dia.

Selain faktor biaya bahan bakar, penurunan BPP juga disebabkan penghematan di postur belanja untuk pegawai, pemeliharaan, serta administrasi, penyusutan, dan bunga. Anggaran untuk pemeliharaan, semula ditetapkan Rp 20,90 triliun, turun menjadi Rp 18,36 triliun.

Selanjutnya, anggaran belanja pegawai turun menjadi Rp 18,94 triliun dari awalnya Rp 20,34 triliun. Untuk administrasi, penyusutan, dan bunga juga mengalami penghematan menjadi Rp 60,25 triliun dari sebelumnya ditetapkan Rp 62,73 triliun.

"Faktor lainnya adalah biaya untuk pembelian listrik dari Independent Power Producer atau IPP oleh PLN dan sewa pembangkit. Biaya ini naik dari Rp 108,40 triliun menjadi Rp 110,42 triliun," ujarnya.

Harga gas senilai US$6 per mmbtu untuk PLN, ditetapkan oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM No. 10 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Menteri ESDM Nomor 45 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Pembangkit Tenaga Listrik. Penetapan ini menyusul perubahan harga gas untuk industri tertentu.

Pada pasal 8 dalam Permen ESDM 10/2020 ini, disebutkan PT PLN (Persero) dan BUPTL dapat membeli gas bumi melalui pipa dengan harga gas bumi di pembangkit tenaga listrik atau plant gate, paling tinggi US$ 6 per MMBTU. Jika harga gas di plant gate lebih tinggi dari US$6 per MMBTU atau gas bumi berasal dari LNG atau Compressed Natural Gas (CNG), Menteri ESDM menetapkan harga berdasarkan perhitungan penyesuaian terhadap harga gas bumi. Yakni, harga yang dibeli dari kontraktor dan ditambahkan dengan biaya penyaluran yang terdiri atas biaya transportasi serta biaya midstream.

Permen ESDM ini menegaskan dalam aturan baru ini pihaknya akan menugaskan BUMN atau afiliasinya di bidang usaha gas untuk melaksanakan penyaluran gas bumi ke PLN atau BUPTL. BUMN dan afiliasinya tersebut pun, dijanjikan bisa mendapat insentif secara proporsional dari penyaluran gas yang ditugaskan.kbc11

Bagikan artikel ini: