Mengubah paradigma bertanam kentang dengan makadamia

Senin, 14 Desember 2020 | 10:52 WIB ET

SURABAYA, kabarbisnis.com: Desa Wonokitri Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan merupakan desa yang masih memegang teguh adat suku Tengger, yang bertahan sebagai masyarakat adat suku Tengger tradisional seperti Ngadas Kabupaten Malang dan Ngadisari Kabupaten Probolinggo.

Sekretaris Forum DAS Brantas Sampean, Mohammad Elmi SP. mengatakan, bahwa masyarakat Tengger sangat menghargai alam dimana tanah diartikan sebagai nafkah dan pohon dianggap sebagai tempat menumbuhkan hidup. Desa Wonokitri termasuk desa yang menjadi penyangga dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, dimana kondisi lahan dan masyarakat sebagai aset tradisional purba yang masih bertahan dalam sosio – kultur masyarakat.

"Pada sisi lain, pengelolaan lahan pertanian yang dipertahankan sebagai cagar/suaka alam mengalami perubahan, dimana pengembangan komoditi tidak lagi mengikuti warisan budaya masa lalu," ujar Mohammad Elmi di Surabaya, Minggu (13/12/2020).

Sehingga hal ini mengakibatkan perubahan masyarakat dari masyarakat petani subsisten menjadi masyarakat dalam pemenuhan hasrat dan gaya hidup. Pengelolaan lahan pada kawasan ini secara turun temurun merupakan budidaya tanaman pertanian hortikultura (sayur-sayuran) terutama kentang.

"Namun dibalik primadona tanaman kentang yang menjanjikan nilai ekonomi tinggi tersirat kegelisahan mendalam bagi petani terutama terkait dengan biaya produksi dan tekanan pasar," katanya.

Hal ini disampaikan petani kepada Forum DAS Brantas Sampean saat melakukan kunjungan lapang ke wilayah ini. Forum DAS Brantas Sampean berupaya merekomendasikan berbagai alternatif pengganti tanaman kentang.

Menurutnya, perubahan komoditi tersebut merupakan permasalahan yang tidak mudah karena masyarakat masih enggan meninggalkan tradisi tanam kentang, meskipun dengan ketidakmampuan mengendalikan produktivitas hasil tanam dan pasar.

"Namun demikian, masyarakat setempat menyampaikan bahwa apabila terdapat solusi yang mampu menggantikan tanaman kentang, maka mereka mau untuk beralih komoditi," tekannya.

Adapun salah satu alternatif tanaman yang bisa dikembangkan untuk daerah dengan agroklimat seperti di Wonokitri dengan ketinggian di atas 1.000 mdpl adalah makadamia.

Seperti diketahui, makadamia merupakan tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Selain sebagai tanaman pelindung, buahnya mempunyai nilai jual yang sangat tinggi, bahkan kacang makadamia termasuk kacang yang paling mahal di dunia.

"Dalam diskusi yang panjang mencari sebuah solusi, jalan tengah yang bisa diambil adalah tidak sepenuhnya meninggalkan tanaman kentang sebagai jaminan pemenuhan kebutuhan yang cepat. Masyarakat belum siap untuk beralih sepenuhnya ke tanaman tahunan seperti makadamia, namun secara perlahan perubahan akan dilakukan," tegas Mohammad Elmi.

Kepala Desa Wonokitri menyatakan kesediaannya untuk menyediakan lokasi penanaman pada lahan miliknya sebagai uji coba pengembangan makadamia. Harapan dari Kepala Desa Wonokitri adalah pemerintah dapat membantu menyediakan bibit tanaman primadona bernilai ekonomi tinggi tersebut.

Hal ini tentu saja didukung dengan jaminan pemasaran sehingga perekonomian masyarakat tetap terpenuhi. Dengan dukungan tersebut, maka masyarakat petani Tengger dapat perlahan-lahan meninggalkan komoditi kentang yang telah disadari oleh masyarakat dapat merusak lahan.

Selain penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang dapat menurunkan produktivitas lahan, pola penanaman kentang dengan alur-alur yang searah lereng dapat meningkatkan terjadinya erosi dan longsor yang lebih besar.

Pengembangan makadamia diharapkan dapat menjadi alternatif untuk mengganti tanaman kentang. Selain fungsi ekologi, masyarakat pun memperoleh kemanfaatan secara ekonomi.kbc6

Bagikan artikel ini: