Pasca Covid-19, industri migas diyakini bakal tumbuh dua kali lipat

Jum'at, 4 Desember 2020 | 17:11 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Pemerintah optimis bahwa perekonomian akan bertumbuh signifikan setelah pandemi Covid-19 dan berlakunya Undang-undang Cipta Kerja. Pertumbuhan ini tentunya akan membutuhkah energi yang lebih banyak sehingga industri hulu migas pun harus bertumbuh lebih dari dua kali lipat.

Berbicara pada hari kedua 2020 International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas, Kamis (3/12), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan ekonomi Indonesia telah berhasil melewati titik terendah selama pandemi ditandai dengan adanya trend positif di kuartal ketiga 2020. Menurut Menko, perbaikan kondisi ekonomi ini merupakan respons atas upaya penanganan Covid-19 oleh pemerintah dan reformasi regulasi melalui Undang-undang Cipta Kerja. Kehadiran undang-undang ini diharapkan dapat memicu pertumbuhan ekonomi secara eksponensial terutama setelah dampak pandemi Covid-19 teratasi.

"Pertumbuhan ekonomi yang secara eksponensial ini membutuhkan energi yang tumbuh secara eksponensial juga. Dengan trend yang ada, diharapkan energi baru dan terbarukan dapat tumbuh, namun sektor migas tetap perlu tumbuh lebih dari dua kali lipat," ujar Menko.

Ditambahkannya, industri hulu migas setiap tahun berinvestasi sebesar sekitar US$10 miliar dengan faktor multiplier effect mencapai 1,6 kali. "Pemerintah sadar betul industri hulu migas memegang peranan strategis untuk mendukung program pertumbuhan ekonomi, namun bukan hanya sebagai sumber penerimaan namun juga sebagai lokomotif pergerakan perekonomian," ujarnya.

Konvensi 2020 International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas, yang berlangsung dari 2 sampai 4 Desember 2020, adalah sebuah konvensi internasional yang diselenggarakan oleh industri hulu migas Indonesia untuk mendukung pencapaian Rencana Strategis Indonesian Oil and Gas 4.0 (Renstra IOG 4.0). Peserta konvensi ini mencapai 10.185 orang dari 57 negara. Eksekutif industri hulu migas dalam dan luar negeri menjadi pembicara di hari kedua dan membagikan pengalaman serta saran bagi industri hulu migas Indonesia.

Laszlo Varro, Chief Economist dari International Energy Agency (IEA), mengatakan industri hulu migas Indonesia memiliki banyak keunggulan komparatif, di antaranya adalah kondisi demokrasi yang stabil serta fakta bahwa industri ini sudah beroperasi di nusantara lebih dari seratus tahun dan diminati oleh perusahaan-perusahaan internasional. Akan tetapi dia mengingatkan bahwa saat ini dunia sedang bertransisi kepada pemakaian energi terbarukan sehingga ke depan investasi di hulu migas akan semakin terbatas. "Akan ada pemain yang tidak mendapatkan kesempatan karena kompetisi untuk menarik investasi akan sangat ketat," ujarnya.

Untuk Indonesia, Laszlo menilai potensi yang sangat besar adalah pengembangan proyek enhanced oil recovery (EOR) dan pemanfaatan gas CO2. Terkait dengan LNG, menurutnya potensi terbesar adalah mengembangkan fasilitas kilang LNG mini untuk memenuhi kebutuhan gas industri domestik.

Ketatnya persaingan seiring meningkatnya penggunaan energi terbarukan juga menjadi salah satu poin yang dibahas oleh Guy Outen, Senior Advisor dari Boston Consulting Group. Menurutnya, ke depan, proyek-proyek hulu migas harus benar-benar didesain dengan baik. "Hanya proyek terbaik dan paling kompetitif yang akan berhasil (menarik investasi)", ujarnya.

Sementara itu Acting President Indonesian Petroleum Association (IPA) Bij Agarwal mengatakan perusahaan migas menyambut baik kebijakan pemerintah yang mengharuskan operator menggunakan konten lokal serta mengembangkan kapasitas mereka. Namun, menurutnya, mitra-mitra lokal yang bekerja sama dengan operator juga harus menjalankan upaya mengembangkan kapasitas sumber daya mereka terutama terkait penguasaan teknologi dan efisiensi biaya. "Hal ini penting karena yang kita inginkan adalah menarik investasi ke Indonesia," ujarnya.

Penekanan tentang pentingnya keterbukaan data disampaikan oleh Stuart Payne, salah satu direktur otoritas minyak dan gas bumi Inggris atau the United Kingdom Oil and Gas Authority (OGA). Menurutnya, data migas yang tersedia harus memberikan informasi yang cukup bagi investor, baik terkait potensi maupun permasalahan yang mungkin timbul. Dia mencontohkan langkah yang dilakukan Inggris pada saat mereformasi industri hulu migas di awal tahun 2019 di mana OGA meluncurkan repository data nasional untuk informasi. "Kebijakan ini memberikan perubahan besar pada usaha-usaha menarik investasi yang kami lakukan," ujarnya.

Staf Ahli Menteri ESDM Nanang Untung mengatakan bahwa pemerintah Indonesia memahami sepenuhnya akan kebutuhan data dan kompetisi antara proyek hulu migas saat ini. Terkait dengan kebutuhan data, pemerintah sudah menjalakan kebijakan untuk membuat data hulu migas lebih berkualitas dan transparan. "Kami berusaha mengadopsi pendekatan Mesir yang memberikan data yang memungkinkan investor membuat kalkulasi peluang kesuksesan investasi mereka di Indonesia," ujarnya.

Ditambahkannya, pemerintah juga terus mempertimbangkan paket insentif untuk kontrak-kontrak tertentu yang membutuhkan tambahan insentif supaya komersialisasi lapangan tetap terjaga.kbc6

Bagikan artikel ini: