Pesimis raup untung di tahun ini, pebisnis kuliner siapkan strategi sambut new normal

Kamis, 11 Juni 2020 | 20:23 WIB ET
Dari kiri; Tjahjono Haryono, Mufid Wahyudi, Hendy Setiono
Dari kiri; Tjahjono Haryono, Mufid Wahyudi, Hendy Setiono

SURABAYA, kabarbisnis.com: Tidak diperpanjangnya masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah kota dan mulai diterapkannya transisi menuju era kenormalan baru (new normal) menjadi harapan tersendiri bagi kalangan pelaku usaha.

Salah satunya adalah pelaku usaha di bidang food and beverage (F&B). Pasalnya, sejak pandemi virus corona (Covid-19) melanda Indonesia, omzet penjualan mereka turun drastis. Bahkan diberlakukannya PSBB di sejumlah daerah, praktis penjualan mereka hanya mengandalkan sistem online atau take away karena adanya larangan makan di tempat (dine in).

Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Jawa Timur, Tjahjono Haryono mengatakan, saat penerapan PSBB tahap 1 di Surabaya, rata-rata omzet penjualan pebisnis kafe dan restoran tuurun 50 persen. Bahkan saat PSBB dilanjut ke tahap 2 dan 3, omzet penjualannya tinggal 10-15 persen.

"Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika PSBB terus berlanjut. Dengan kondisi saat ini saja, banyak yang memprediksi ekonomi Indonesia tahun ini akan jatuh bahkan minus. Karena konsumsi masyarakat terganggu, sementara investasi yang masuk nihil," katanya pada Webinar bertajuk 'Siap-Siap Makan-Makan, Kreativitas Restoran menyambut New Normal' yang digelar Kadin Surabaya bersama Kabarbisnis dan Apkrindo Jatim, Kamis (11/6/2020).

Menurutnya, keinginan para pebisnis agar PSBB tak diperpanjang dan bisa menjalankan usahanya kembali bukan semata-mata untuk mencari keuntungan, namun lebih kepada memikirkan nasib karyawannya yang sebagian sudah dirumahkan bahkan dipangkas.

"Sudah dibolehkan buka gerai dengan dine in di masa new normal pun, tahun ini kita tidak bisa berharap banyak untuk mendapatkan keuntungan. Bagi kami yang terpenting karyawan ada pekerjaan karena tidak mungkin akan bisa pulih langsung seperti sebelum ada pandemi," ujar Tjahjono.

Meski demikian, dia memastikan jika para pebisnis kafe dan restoran akan menerapkan protokol kesehatan sesuai aturan yang berlaku, mulai kesehatan karyawan, penggunaan masker baik pekerja maupun pembeli, hand sanitizer atau cuci tangan, penataan tempat duduk yang berjarak, dan sebagainya.

"Di sisi lain tentu pelaku usaha juga sudah menyiapkan strategi dan inovasi produk dan layanan, mengingat new normal ini semuanya berubah dan berbeda dengan sebelumnya. Kita juga masih menunggu aturan melalui Perwali Surabaya, bagaimana kita ke depannya nanti," ujar Tjahjono.

Perhatikan higienitas makanan

Pandemi Covid-19 rupanya juga membuat kepedulian masyarakat terhadap tingkat higienitas makanan meningkat. Hal ini juga menjadi perhatian kalangan pebisnis kuliner.

Pada kesempatan itu, Presiden Direktur PT Black Canyon Coffee Indonesia, Mufid Wahyudi menuturkan, pandemi Covid-19 memang berdampak terhadap bisnis kuliner yang selain mengandalkan produk juga menitikberatkan pada servis atau suasana, dimana sebagian besar omzet penjualannya dari dine in.

"Namun bagi bisnis yang mengandalkan production, dimana memenuhi permintaan secara online atau delivery, dampaknya tak terlalu besar," jelasnya.

Namun demikian, seiring dengan meningkatnya perhatian masyarakat akan sisi makanan sehat dan higienis, pebisnis yang mengandalkan production tersebut harus benar-benar bisa menjamin keamanan dan higienitas makanannya.

Pasalnya, pembeli tidak bisa melihat langsung proses produksi dan kondisi dapur dari penjual. "Makanya food safety atau keamanan pangan ini perlu untuk pencegahan makanan atau minuman dari risiko zat-zat kimia, biologi atau lainnya yang mengancam kesehatan jika dikonsumsi. Ini menyangkut bahan baku, peralatan, risiko kontaminasi, penyimpanan, sistem pemanasan, hingga durasi pemanasan," ulas Mufid yang juga Wakil Ketua Bidang Sosial GCG & CSR Kadin Surabaya ini.

Hal itu, lanjut dia, untuk menjaga kepercayaan konsumen akan keamanan makanan.

Selain itu, Mufid menekankan, usai pandemi Covid-19 ini, tentunya kalangan pebisnis dituntut melakukan efisiensi di sejumlah bidang, mulai sumber daya manusia, pembelian bahan baku, promosi, dan biaya operasional lainnya.

Ubah strategi

Di bagian lain, Founder & Group CEO Baba Rafi Enterprise, Hendy Setiono menegaskan, untuk bisa bangkit dari keterpurukan pada masa pandemi Covid-19 ini, pelaku usaha musti mengubah strategi baik dalam hal pemasaran, layanan, maupun produk.

"Kita harus bisa adaptasi dengan kondisi saat ini sambil mencari peluang. Misalnya, di tempat kita sendiri jika sebelumnya sekitar 60 persen penjualan dari offline, kini dengan banyaknya aktivitas dikerjakan di rumah dan keharusan social distancing, penjualan online lebih mendominasi. Untuk meyakinkan konsumen, pemasaran kita di media sosial dengan dapur virtual, soft selling dengan aplikasi TikTok, dan sebagainya. Hal-hal seperti ini bisa dilakukan pebisnis bahkan memenuhi permintaan dari rumah," bebernya.

Strategi kedua adalah dengan efisiensi biaya, khususnya untuk bahan baku. Seperti diketahui, dengan penerapan PSBB masalah logistik muncul khususnya untuk pengiriman bahan baku ke daerah-daerah. Untuk itu, biaya itu bisa disiasati dengan mengoptimalkan bahan baku lokal.

Selain itu, juga perlu adanya transparansi di semua lini, termasuk dengan stakeholder. Dengan begitu, diharapkan akan ada solusi-solusi yang diberikan. "Bukan tidak mungkin akan dilakukan konsep sinergi dan kolaborasi. Dalam kondisi seperti ini tidak mungkin kita jalan sendiri-sendiri. Harus ada kolaborasi dengan pihak lain," ujar Hendy.

Dia pun optimis dalam kondisi terjepit seperti sekarang ini akan muncul pengusaha-pengusaha baru yang handal khususnya mereka yang mampu berinovasi dan melihat peluang pasar. "Prinsipnya manfaatkan waktu rebahan dengan aktivitas yang produktif dan temukan peluang," pungkasnya. kbc7

Bagikan artikel ini: