Pebisnis Mamin pesimis penjualan akhir tahun, ini alasannya

Rabu, 13 Desember 2017 | 22:32 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) mengatakan, permintaan makanan dan minuman olahan pada masa Natal dan Tahun Baru diprediksi tak akan sederas tahun-tahun sebelumnya. Jika pertumbuhan permintaan di tahun sebelumnya bisa mencapai 15 persen hingga 20 persen dibanding hari biasa, maka pelaku usaha hanya berani memasang ekspektasi 5 persen untuk tahun ini.

Ketua Umum GAPMMI Adhi Lukman mengatakan, tren ini mengikuti hari raya Idul Fitri kemarin di mana pertumbuhan makanan dan minuman (Mamin) sangat lesu. Menurut Adhi, ini disebabkan karena adanya pergeseran pola konsumsi yang tidak seperti dulu.

Ia berkisah, beberapa tahun lalu, masyarakat kerap membeli makanan seperti kue kemasan dan sirup untuk dibawa ke kampung halaman. Maka dari itu, tak heran jika penjualan grosir sangat kencang. Namun, seiring maraknya jejaring distribusi seperti minimarket, masyarakat enggan membeli makanan dan minuman dalam partai besar lagi.

"Mungkin kalau dulu, kalau mau pulang kampung, bawa sirup dalah barang mewah, sekarang tidak. Permintaan tetap meningkat, tapi tidak setinggi tahun lalu. Kalau Natal biasanya 15 hingga 20 persen, sekarang mungkin hanya 5 persen dibanding normal mengikuti masa lebaran kemarin," ungkap Adhi, Selasa (12/12/2017).

Jika kondisi ini dibiarkan, maka pertumbuhan industri makanan dan minuman akan terus layu. Apalagi, masa-masa hari raya merupakan penopang utama pertumbuhan industri. Oleh karenanya, pelaku usaha perlu memutar otak agar pertumbuhan industri tetap stabil dan tak terpengaruh oleh musim hari raya.

Salah satu caranya, imbuh Adhi, adalah dengan melakukan diversifikasi produk. Ia sendiri telah mengimbau anggota asosiasi untuk membuat produk sesuai musim dan menjadikan Jepang sebagai tolak ukur. Selain itu, pelaku usaha juga mencoba beralih ke produk ramah kesehatan, seperti minuman kemasan dengan kadar gula rendah (less sugar).

"Maka dari itu, strategi bisnis ini harus diubah. Pertumbuhan industri makanan dan minuman tidak boleh bersifat seasonal, bagaimana caranya (pertumbuhan) ini harus stabil dan tidak mengandalkan festive season," jelasnya.

Selain diversifikasi produk, pelaku usaha juga akan mencari strategi agar industri makanan dan minuman bisa dikonsumsi masyarakat menengah ke bawah setiap saat. Pasalnya, menurut Adhi, rata-rata masyarakat menengah ke bawah menggelontorkan uangnya di tanggal muda lalu kemudian daya belinya surut mendekati pertengahan bulan.

“Dari data industri ritel, trennya seperti itu. Makanya beberapa strategi ini jadi pembahasan, supaya pertumbuhan industri makanan dan minuman tahun depan bisa lebih baik lagi,” ungkapnya.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan industri makanan dan minuman di kuartal III capai 9,46 persen secara tahunan (year-on-year) atau turun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 9,8 persen. Meski demikian, angka ini masih lebih tinggi dibanding keseluruhan pertumbuhan industri pengolahan non-migas sebesar 5,49 persen di periode yang sama. kbc10

Bagikan artikel ini: