Pengembang rumah MBR minta ada standardisasi regulasi di daerah

Jum'at, 19 Mei 2017 | 08:08 WIB ET

MALANG, kabarbisnis.com: Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) meminta pemerintah memperbaiki regulasi maupun layanan perumahan di tingkat praksis agar percepatan menuju target 1 juta rumah dapat segera terealisasi.

Ketua Umum DPP Apersi, Junaidi Abdillah mengatakan, pemerintah memang telah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi No 13 yang ditindaklanjuti dengan PP 64 dan Surat Edaran Mendagri tentang Waktu dan Biaya pengurusan izin-izin perumahan.

“Namun, praktiknya di lapangan, masih jauh dari semangat ketentuan-ketentuan tersebut,” katanya di sela Rapat Koordinasi DPD Apersi Jatim di Malang, Kamis (18/5/2017).

Terkait dengan izin perumahan, terutama perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), yakni pemda, BPN, PDAM, dan PLN. Di setiap daerah, tarifnya berbeda. Tidak ada standarisasi sehingga menyulitkan pengembang. Yang juga tidak ada standar, biaya notariat.

Pengurusan izin-izin tidak bisa mencapai 40 hari, seperti yang diamanatkan dalam Paket Kebijakan Ekonomi No. 13. Begitu pula dengan biaya, tidak bisa ditekan menjadi serendah mungkin agar pengembang bergairah menyediakan rumah untuk MBR atau rumah bersubsidi.

Jika dibandingkan sebelum keluarnya Paket Kebijakan tersebut, dia mengakui, memang terjadi penurunan biaya. Jika sebelumnya biaya perizinan bisa mencapai 15% dari total biaya produksi, kini sudah dapat ditekan menjadi 10%.

Namun idealnya biaya-biaya itu kurang dari 5% sehingga dapat menggairahkan pengembangkan untuk menyediakan rumah bersubsidi.

Karena itulah, butuh keberpihakan dari pemerintah dan pemda maupun stakeholder lainnya pada penyediaan rumah bersubsidi agar MBR berkemampuan untuk membeli rumah tipe tersebut.

Penyediaan rumah bersubsidi tidak bisa dibebankan kepada pengembang, melainkan harus ada dukungan dari stakeholder lainnya. “Dengan masih tingginya biaya pengurusan dan layanan lainnya, maka jelas mengurangi margin dari pengembang,” ujarnya.

Saat ini, margin yang diperoleh pengembang dalam menyediakan rumah bersubsidi cuma berkisar 10%-15%, padahal idealnya di atas 20% karena bisnis tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan waktu yang lama.

Ketua DPD Apersi Jatim Adhita Setyawan menambahkan, beberapa daerah bahkan ada yang menerapkan kebijakan luasan rumah bersubsidi sehingga tidak feasible dari sisi bisnis, seperti halnya di Kab. Sidoarjo.

Dia juga minta, agar Wagub Jatim Saifullah Yusuf sebagai Ketua Tim Percepatan Pembangunan Rumah agar mendesak pemda membentuk Bank Tanah untuk dikerjasamakan dengan pengembang untuk menyediakan rumah bersubsidi.

“Pilihan lain, pemda menyediakan infrastruktur yang layak sehingga pengembang tinggal membangun unit rumahnya,” ujarnya. kbc10

Bagikan artikel ini: