Batlibangtan dukung Siwab: vaksin ETEC tekan risiko kematian pedet hingga 1%

Jum'at, 30 Desember 2016 | 19:51 WIB ET

BOGOR, kabarbisnis.com: Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan  kelahiran 3 juta ekor pedet (anak sapi) pada 2018 dari program sapi betina produktif wajib bunting (Siwab) yang dilaksanakan mulai tahun depan. Namun, resiko kematian siap mengintai karena Balai Besar Penelitian Veteriner Badan Litbang Pertanian (BB Litvet Balitbangtan) mencatat 20% kasus kematian anak sapi kerap terjadi disebabkan diare neontatal akibat bakteri  E.coli.

Profesor riset BB Litvet Prof Syamsul Bahri kepada wartawan di Bogor, Jumat (30/12/2016) mengatakan, apabila  20% atau 600.000 ekor pedet beresiko terserang diare, maka 91% kasus diantaranya berakhir dengan kematian. Kasus ini banyak menginfeksi pedet pada pekan pertama  kelahiran. Hal inilah yang harus diantisipasi sedini mungkin semua pemangku kepentingan meningat profil peternak sapi merupakan peternak rakyat yang belum begitu faham terhadap kesehatan hewan dan kualitas kandang. 

Atas hal itu, Kepala BB Litvet Balitbangtan NLP Indi Dharmayanti menuturkan, pihaknya telah merilis vaksin Escericha coli (ETEC)  dan verotoksigenik Esericia coli (VTEC). Imunisasi diberikan pada induk sapi pada leher dibelakang telingga saat kebuntingan berusia tujuh bulan dan dua pekan sebelum beranak. Namun, imunisasi cukup diberikan satu kali apabila sapi betina itu sebelumnya pernah dberikan imunisasi sejenis.

Indi mengingatkan penggunaan antibiotik pengobatan diarea neonatal akibat E.coli memerlukan ketelitian memilih  antimkerobial yang tepat. Pasalnya sejumlah laporan menyebutkan beberapa antibiotik sudah resisten terhadap bakteri penyebab diare.

Prof Dr Supar, penemu vaksin ETEC dan VTEC mengatakan dua vaksin ini menggunakan seed vaksin  isolat lokal yang mempunyai keunggulan karena sesuai dengan agen penyebab diare yang dialami para peternak lokal. Dengan begitu dapat memberikan kekebalan yang optimal. 

"Vaksin ini juga mampu memberikan kekebalan pada anak sapi hingga 90 persen. Antibodi bertahan dalam kolostrum sampai tiga bulan, sehingga mampu menurunkan kematian anak sapi sampai satu persen," terang Supar seraya menambahkan vaksin ini sudah dikembangkan sejak 15 tahun silam.

Indi menjelaskan, peluang peternak memperoleh vaksin terbuka lebar menyusul ketertarikan PT Caprifarmindo Laboratories berencana memproduksi secara massal. Produsen yang sudah memperoleh lisensi ini siap memproduksi berapa pun jumlah dosis yang dibutuhkan. Namun,saat ini, masih menunggu izin edar dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. Harga vaksin per dosis diperkirakan Rp 12.000. 

"Pemerintah Jawa Tengah sudah berkomitmen membiayai pemberian vaksin kepada peternak,” kata Indi.

Indi mengatakan pihaknya juga menemukan antigen felisavet atau lebih dikenal BRU. Alat berbentuk chip ini dapat langsung dipraktekan oleh petani untuk  mendeteksi secara cepat sapi yang terindikasi mengalam keguguran (brucellosisis ).

"Sapi yang siap di-Inseminasi Buatan (IB) harus terbebas brucellosis.Kalaupun sapinya bisa bunting, pedetnya tidak menghasilkan seperti yang diharapkan,” jelas Indi.

Kepala Balitbangtan Kementan M. Syakir mengatakan, pihaknya berkewajiban melakukan diseminasi hasil inovasi. Meski dalam jumlah dosis terbatas, pihaknya akan mendistribusikan kesejumlah sentra produsen sapi seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan ,Bali  dan Nusa Tenggara Barat mulai tahun 2017. 

Apalagi, menurut  Syakir, Menteri Pertanian Amran Sulaiman meminta Balitbangtan terus mengawal keberhasilan program strategis Kementan yakni pencapaian swasemba daging sapi melalui Upsus Siwab. Pencapaian program akan berhasil apabila didukung hasil inovasi teknologi, sosial dan kelembagaan. Karenanya, Kementan pemberian lisensi kepada produsen tidak bersifat esklusif sehingga penyebaran inovasi untuk mendorong program siwab mudah diakselerasikan.

"Kita akan mengganda secara cepat dalam pengembangbiakkan sapi secara cepat,” harapnya. kbc11

Bagikan artikel ini: