Berkonsolidasi, ini strategi peternak rakyat agar jangan tereleminasi

Selasa, 29 November 2016 | 07:55 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Sebanyak 16 asosiasi peternak mendeklarasikan Hari Peternak Rakyat Indonesia. Perhelatan yang dibuat pertama kalinya  guna mengukuhkan kosolidasi peternak sebagai strategi meningkatkan posisi tawar pemerintah dengan peternak.

Setidaknya, dalam beberapa tahun terakhir dalam menjalankan usahanya, semakin terpinggirkan. Sementara perhatian dan bantuan yang diberikan kepada peternak rakyat pun terbilang minim.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Rochadi Tawaf mengatakan peternak rakyat lintas sub sektor peternakan sepakat membentuk Dewan Peternakan Rakyat. Dewan ini akan memposisikan sebagai mitra sejajar pemerintah untuk memberi masukan sekaligus mengawal pembangunan peternakan rakyat di Tanah Air.

Karenanya, sasaran kerja dewan peternak rakyat adalah mendesak perubahan Undang-Undang (UU) No.41 tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 18/2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan. Salah satu point dalam perundang-undang tersebut adalah menghilangkan kategori peternak rakyat.

Namun,pada saat bersamaan melalui UU tersebut memberikan legitimasi yang luas terhadap korporasi asing untuk turut dalam lini budidaya, jelas Sekertaris Presidium Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI) Ashwin Pulungan. Bahkan, kini komposisi korporasi asing tersebut sudah diatas 80%, 10% perusahaan skala menengah atas dan sisanya hanya diisi peternak rakyat.

Sebut saja, produksi ayam broiler 60 juta ekor ayam broiler per minggu. Sementara hanya kurang  6 juta ekor berasal dari peternak rakyat. Ironisnya peternak kesulitan memperoleh daily old chick (DOC), kalau mendapatkan harganya sudah diatas Rp 5.600 ekor.

Peternak rakyat tidak dapat diberikan pilihan karena korporasi memiliki kemampuan untuk mengimpor sumber bibit ayam broiler. Mereka juga berbisnis di paska produksi, obat-obatan hingga pakan.

"Ayam live birth di kandang hanya dihargai Rp 16.000 per kilogram. Padahal, hitungan break event point mencapai Rp 18.000 per kilogram," terangnya.

Akibat marginalisasi terhadap peternak rakyat perunggasan ayam broiler jumlahnya menyusut drastis. Kini hanya 6.000 peternak saja.Padahal pada tahun 1990 an, jumlahnya melebihi 100.000 peternak.

Dia mengingatkan pemerintah tidak boleh melepas tanggung jawab eksistensi usaha para peternak rakyat.Pasalnya, dalam UU No 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dna Pemberdayaan Petani, sudah tersurat keberadaanya harus dilindungi dan terus diberdayakan.Karenanya, dia mendesak segera revisi regulasi peternakan dan kesehatan hewan dan pemerintah menerbitkan regulasi setingkat Perpu. Salah satu substansi yang harus dibahas menyangkut tata niaga dan segmentasi pasar.

Adapun Rochadi kembali menegaskan keputusan pemerintah melakukan importasi daging kerbau diyakini dalam jangka panjang akan meruntuhkan struktur daging sapi di tingkat peternak.Menurutnya tidak mungkin harga daging sapi segar sebesar Rp 115.000 per kg disandingkan dengan daging kerbau yang dapat diperoleh pedagang sebesar Rp 55.000 per kg.

Nandang Subendro, peternak sapi asal Lampung mengatakan saat ini harga sapi hidup belum bergeming yakni sebesar Rp 45.000/kg. Karenanya,peternak baru memperoleh margin minimal Rp 100.000 per kg.

Menurutnya, meski dalam aturannya peredaran daging kerbau terbatas pada wilayah Jabodetabek.Faktanya sudah merembes ke pasar di Lampung, Palembang dan Riau.Murahnya harga daging kerbau menjadi insentif oknum pedagang mengoplos dengan daging sapi.kbc11

Bagikan artikel ini: