Liberalisasi impor daging akan matikan usaha peternakan rakyat
JAKARTA, kabarbisnis.com: Hasil uji materi Undang Undang (UU) Peternakan dan Kesehatan Hewan No 41 Tahun 2014 akan menentukan nasib agribisnis peternakan sapi di Tanah Air ke depan. Usaha peternakan sapi rakyat terancam mati secara sistematis apabila putusan hakim menganulir pihak tergugat.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana yang juga penguji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan No 41 Tahun 2014 beranggapan liberalisasi impor sapi dan produk ternaknya sebagai anomali dengan cita cita Presiden Joko Widodo yang menginginkan swasembada daging sapi pada 2026.Salah satunya kebijakan kontroversial itu adalah membuka impor daging kerbau dari India yang saat ini belum terbebas dari serangan penyakit mulut dan kuku (PMK).
Pemerintah berdalih sesuai Pasal 36 dari UU 41 Tahun 2014 juga menjadi dalil diperbolehkannya pemasukan impor daging sapi berbasis zona . "Pasal 36 inilah yang kita uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Karena pembukaan impor daging sapi berbasis negara (country base) juga masih berlaku.
"Kita kirimkan surat kepada semua instansi yang berkepentingan termasuk Presiden. Intinya menghimbau agar menunda pendistribusian impor daging kerbau sampai ada putusan dari uji materi dari Mahkamah Konstitusi," beber Teguh.
Namun, pemerintah tidak menaruh perhatian. Bahkan, Perum Bulog ditugaskan mengimpor daging kerbau sebanyak 10.000 ton.
Keputusan importasi tersebut, menurut Teguh, pada waktunya akan mematikan motivasi usaha budidaya peternakan rakyat.
Teguh mengingatkan mayoritas peternak hanya memiliki satu-tiga ekor ternak sapi. Secara sosiologis, memelihara sapi itu untuk dijadikan tabungan, misalnya untuk biaya menyekolahkan anak. Orientasinya bukan pada bisnis.
Untuk memelihara sapi menjadi pedet, peternak harus mengeluarkan biaya tidak kurang sebesar Rp 7,5 juta. Sementara, di India, hanya sebesar Rp 2 juta. Jauh lebih efisien karena beternak kerbau sudah menjadi komoditas industri.
Harga daging kerbau hanya Rp 60.000 per kilogram seperti diinginkan pemerintah. Sementara hitungan peternak, misalnya di Nusa Tenggara Timur (NTT) harga bobot hidup sapi sebesar Rp 35.000 per kg atau setara karkas Rp 75.0000 per kg.
"Harga itu termurah, kalau di Jawa Timur sudah Rp 45.000 per kilogram (kg) atau setara karkas Rp 90.000 per kilogram. Paling tidak sampai lapak di pedagang sebesar Rp 105.000-110.000 pe kilogram," terang Teguh.
Menurutnya tidak mungkin usaha peternak skala kecil akan dapat bersaing dengan daging india. Awalnya hanya test pasar saja. Namun, lambat laun pangsa pasar daging sapi segar akan tereduksi karena konsumen akan memilih daging yang harganya lebih murah.
Sekitar 5,5 juta jiwa yang mata pencahariannya sebagai peternak akan terancam. Motivasi budidaya pembibitan sapi yang minim margin dan membutuhkan proses lama berpotensi tidak lagi dilirik sebagai usaha agribisnis.
"Bisa saja mereka beralih sebagai penggemukan sapi atau malah pedagang daging impor. Kalau ini yang terjadi,potensi food trap impor protein daging sapi akan semakin kuat.Harusnya putusan Mahkamah Konstitusi keluar pada akhir Juli atau awal Agustus nanti," bebernya.
Rochadi Tawaf, Sekjen PPSKI mengatakan India yang oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia/OIE -hewan ternak belum terbebas PMK akan meningkatkan resiko usaha peternakan sapi rakyat yang masih tradisional terkena serangan virus PMK. Rochadi meragukan kesiapan mendeteksi dini untuk mengatasi seragan PMK. Ini terkait masih terbatasnya baik sumber daya veterniner dan maupun sarana dan prasrana seperti laboratorium.
Selain itu, pemerintah juga merilis Permentan No 34 tahun 2016 tentang Pemasukan Karkas,Daging, Jeroan dan Olahannya ke dalam wilayah ini. Regulasi baru tersebut untuk merevisi Permentan No 58 Tahun 2015.
Nantinya, impor daging secondary cut terbuka dilakukan swasta tanpa kuat batasan kuota. Produk daging yang semestinya hanya untuk segmen industri ini juga diperdagangkan ke pasar domestik. kbc11
Hati-hati! Empat Kosmetik Ini Dilarang Beredar di RI
BI Siapkan Rp197,6 Triliun Uang Baru buat Lebaran, Begini Cara Penukarannya
Mampukah THR dan Gaji ke-13 bagi ASN Angkat Ekonomi RI Tumbuh 5,2%?
AstraPay Incar Transaksi Rp5 Triliun Selama Ramadan 2024
Mudik Pakai Mobil Listrik Tak Lagi Panik, Nih Deretan SPKLU di Ruas Tol Trans Jawa