Mandatori biodiesel 20% terancam mandek

Minggu, 19 Juni 2016 | 22:03 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Keberlanjutan program mandatori biodisel 20% dalam campuran solar tahun 2016  terancam mandek. Pasalnya,sumber pembiayaan yang berasal dari dana pungutan sawit tidak cukup membiayai progrom subsidi.

 

Ini terjadi lantaran beban dana subsidi semakin besar karena biodisel non subsidi (PSO) juga memperoleh fasilitas serupa.Segmen pasar biodisel non PSO yang dimaksud adalah  energi primer bagi pembangkit listrik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero.Sedianya, program ini hanya diperuntukan bagi sektor transportasi.

 

Kekhawatiran dana subsidi biodisel tidak lagi mencukupi berasal dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDP). “Bukan dari kami (Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia red/Aprobi red ). Kami hanya dimintakan usulan terkait masalah ini,” ungkap Sekjen Aprobi Togar Sitanggang dalam diskusi di Jakarta, Minggu (19/6/2016).

 

Ketua  Umum Aprobi Master Parulian Tumanggor mengatakan, kekhawatiran subsidi kurang dipicu kian melebarnya selisih antara harga MOPS solar dan harga biodiesel.Membengkaknya dana subsidi karena BPDP juga menanggung pembayaran biodiesel untuk pembangkit listrik  PLN.  Ketua Harian Aprobi Paulus Tjakrawan berharap pemerintau meninjau ulang ketentuan ini. Seharusnya, komponen bahan bakar pembangkit berlaku harga biodisel non subsidi. Hal tersebut lazim berlaku sepertihalnya pembelian solar PLN dari Pertamina.

 

“Apalagi ada wacana supaya sektor industri yang selama ini menggunakan biodiesel non subsidi menerima subsidi pula. Jika ini dibiarkan, dana yang terkumpul sekarang tidak bisa menutupi program biodiesel,” terang Paulus.

 

Dari data yang dihimpun, realisasi pembayaran dalam rentang waktu kurang satu semester ini mencapai Rp 2,05 triliun.Jumlah tersebut belum memperhitungkan pengeluaran untuk tagihan yang masuk sebesar Rp 3,72 triliun.

 

Artinya, total dana yang harus dikeluarkan BPDP diperkirakan mencapai Rp 5,77 triliun. BPDP mematok target penyaluran  subsidi biodiesel tahun ini sekitar Rp 11 triliun.

 

Atas hal ini, MP Tumanggor kembali menjelaskan Aprobi juga dilibatkan pemerintah kedalam tim khusus untuk menghituk skenario subsidi biodisel.Sejumlah skenario dalam rapat tim khusus ini mengemukaka diantaranya kewajiban pencampuran biodiesel 20% (B20) dikurangi menjadi biodiesel 15% (B15).

 

Usulan berikutnya, dana pungutan sawit akan dinaikkan baik produk hulu dan hilir. Apabila dana pungutan naik, menurut Tumanggor, dampak lanjutannya dapat saja mematikan industri hilir atau malahan petani.

 

Adapula usulan revisi  Harga Indeks Pasar (HIP) biodiesel sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 29/2015 mengenai Penyediaan dan Pemanfaatan BBN Jenis Biodiesel oleh BPDP Kelapa Sawit. Dalam aturan yang direvisi ini juga dimasukkan ketentuan mengenai pemangkasan ongkos produksi biodiesel di tingkatan produsen.

 

Namun pihaknya kurang sependapat dengan rencana pengurangan ongkos produksi dan marjin. Pasalnya, aturan ini bisa mematikan produsen biodiesel skala kecil dan merugikan investasi baru biodiesel.

 

Kalangan asosiasi meminta pemerintah tidak lepas tangan dengan persoalan kekurangan dana subsidi. Menurut Paulus instrumen subsidi biodiesel dapat dimasukkan ke dalam subsidi solar sebesar Rp 150 per liter. Sebab, masalah biodiesel ini bukan semata-mata tanggung jawab pelaku usaha namun pemerintah punya andil di dalamnya.kbc11

Bagikan artikel ini: